TEMPO.CO, Blitar - Rencana alokasi dana desa hingga Rp 3,3 miliar untuk wartawan dalam bentuk biaya pemberitaan di media massa di Blitar, Jawa Timur, akhirnya dibatalkan. Rencana itu berasal dari pengarahan pemerintah kabupaten setempat, tapi ditolak sejumlah kepala desa.
Dalam rencana itu, setiap desa diminta menyisihkan Rp 15 juta dari alokasi dana Rp 350 juta yang akan diterimanya pada 2015 untuk kepentingan pemasangan iklan tentang perkembangan desa masing-masing. Tota 220 desa di Blitar diminta melakukan hal tersebut.
"Kalau memang ditolak, harus dibatalkan," kata Bupati Blitar Herry Noegroho, Senin, 2 Maret 2015.
Menurut Herry, pemuatan berita tentang potensi desa menjadi wewenang masing-masing kepala desa. Artinya, bila berita itu dianggap tak terlalu penting, desa yang bersangkutan boleh tidak beriklan.
Bupati juga meminta Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapemas), yang mengajukan gagasan alokasi dana untuk wartawan tersebut, tidak memaksakan kehendak. "Bapemas hanya mengimbau, tidak harus dipenuhi," ujarnya.
Baca Juga:
Herry mengklaim sudah bertanya kepada Kepala Bapemas Joni Setiawan ihwal polemik itu. Menurut dia, Bapemas hanya mengusulkan pemasangan pariwara sebagai salah satu cara mengalokasikan dana desa.
Alasannya, kata dia, banyak kepala desa yang masih bingung mengalokasikan dana yang jumlahnya besar itu. Sebab, selain mendapat kucuran alokasi dana desa sebesar Rp 350 juta pada 2015, para kepala desa menerima bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp 1,4 miliar.
Sebelumnya, Joni Setiawan berdalih media massa memiliki peran strategis untuk "menjual" potensi desa. Lagi pula, "Mana mau media diminta memberitakan hal begituan kalau (desa) tidak membayar atau beriklan," katanya.
Namun, Kepala Desa Karanggayam, Kecamatan Srengat, yang juga Ketua Asosiasi Kepala Desa Blitar, Nurkhamim, mengatakan tak seharusnya dana desa dialokasikan untuk wartawan. Alasannya, dana tersebut lebih dibutuhkan masyarakat untuk membiayai keperluan konkret ,seperti pengadaan beras dan pembangunan infrastruktur. "Apa yang bisa dipublikasikan kalau masyarakatnya miskin?" katanya.
Adapun Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri--wilayah tetangga Blitar--Fadly Rahmawan mengatakan siapa pun tidak bisa mengarahkan pemberitaan media, meski melalui kerja sama. Dia melanjutkan, justru kerja sama seperti itu berpotensi melemahkan daya kritis jurnalis. "AJI menolak dan akan melawan program itu," katanya.
HARI TRI WASONO