TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 50 akademikus dari berbagai universitas menemui Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti dan pejabat utama Polri di Markas Besar Kepolisian RI, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Para akademikus yang dipimpin sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, itu meminta jaminan dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso agar tak dijadikan tersangka karena membela Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Ini sifatnya spontan, Pak Budi. Di dunia kampus (zaman Orde Baru), pernah mengalami ada petugas kamtib masuk kampus, intel di mana-mana. Mengajar pun khawatir. Kemarin, kami membela KPK, tapi ada ingatan lama, jangan-jangan kami calon tersangka. Ada public fear," ujar Imam kepada Budi di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Ahad, 22 Februari 2015.
"Kami terus terang agak takut sama Pak Bareskrim. Kami mau minta jaminan, apa mungkin menersangkakan semua orang?"
Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonusa Esa Unggul, Refly Harun, mengaku hanya tertawa ketika mendengar Bareskrim menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka karena menggelar briefing terhadap saksi. Menurut dia, tindakan Bambang tersebut juga dilakukan semua pengacara yang menangani perkara sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
"Bukan untuk meminta saksi bohong, tetapi meminta agar saksi berbicara efektif dan efisien. Why? Karena yang namanya di MK itu satu saksi (memberi keterangan) kurang dari lima menit. Kasus BW very-very ordinary," ujar Refly.
Dia juga menyoroti kasus yang menjerat Ketua KPK Abraham Samad di hadapan Budi. Refly menuturkan Abraham dijadikan tersangka karena memasukkan nama orang di kartu keluarganya. Lalu, orang tersebut membuat paspor. "Hampir semua di republik ini melakukan hal yang sama, karena administrasi pemerintahan kita buruk," ucapnya.
Refly yakin hampir semua Dewan Perwakilan Daerah mempunyai kartu tanda penduduk ganda. Sebab, sebelum 2009, anggota DPD yang mencalonkan diri harus mempunyai KTP di daerah asalnya. Padahal rata-rata para DPD tersebut tinggal di Jakarta. "Kalau kita proses semua itu, semua orang jadi tersangka," ujarnya.
Budi Waseso menanggapi penetapan tersangka dua pemimpin komisi antirasuah itu hanya sebatas menanggapi pengaduan masyarakat secara cepat. Meski menjadikan Abraham dan Bambang sebagai tersangka, Budi mengatakan pihaknya masih berkoordinasi soal penanganan kasus korupsi dengan KPK. "Ini bukti saya tidak punya keinginan mengkriminalkan KPK. Saya tanggung jawab ke masyarakat," tuturnya.
Menurut dia, laporan pengaduan terkait dengan Bambang ada empat kasus. Sedangkan terkait dengan Abraham, terdapat lima kasus. "Jadi, bukan serta-merta saya menjadikan mereka sebagai tersangka. Itu ada penyelidikan. Kami melakukan gelar, seminggu dua kali. Kami minta diawasi Irwasum, Ditpropam, dan Wasidik. Jangan sampai kami ini seolah mengkriminalkan. Di benak saya, itu tidak ada," kata Budi.
LINDA TRIANITA