TEMPO.CO, Bangkalan - Wacana penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan dinilai akan menghambat masuknya investasi ke daerah.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Bangkalan Setia Budi mengatakan investasi ke daerah akan terhambat karena nilai jual obyek pajak (NJOP) tanah otomatis terhapus jika PBB dihapus.
"Kalau NJOP dihapus, harga tanah tidak diatur lagi oleh undang-undang," kata Setia, Sabtu, 21 Februari 2015.
Tanpa NJOP, menurut Setia, warga bebas mematok harga tanah. Kondisi ini akan menghambat investasi karena investor akan kesulitan membebaskan lahan lantaran harga tanah tak punya patokan.
"Tanpa NJOP, warga bisa saja menghargai tanahnya Rp 1 miliar per meter, siapa yang mau melarang, tanah-tanah mereka," ujar Setia.
Tidak hanya berdampak bagi dunia investasi, penghapusan PBB juga akan menyulitkan jalannya program pemerintah.
Setia Budi mencontohkan, tanpa NJOP, pemerintah kesulitan membangun fasilitas layanan publik, seperti rumah sakit, karena warga akan mematok tanah yang diincar pemerintah dengan harga mahal. "Ada efek domino dari penghapusan pajak ini."
Meski bakal berdampak buruk bagi investasi, Setia Budi mengatakan, daerah tidak berada dalam posisi menolak atau menyetujui wacana tersebut.
Sebab, dalam peraturan perundang-undangan, penentuan ihwal pajak adalah hak pemerintah pusat. Namun, sejak 2011, pengelolaan beberapa jenis pajak dilimpahkan ke daerah. Salah satunya pajak bumi dan bangunan. "Mau dihapus atau tidak, itu hak pemerintah pusat," kata Setia.
Namun, Setia berharap, jika PBB dihapus, pemerintah memberikan dana pengganti dari APBN yang sesuai dengan pendapatan daerah dari PBB setiap tahun.
Menurut Setia, setiap tahun rata-rata pendapatan Kabupaten Bangkalan dari pajak sebesar Rp 122 miliar. Sebanyak Rp 3 miliar di antaranya bersumber dari pajak perumahan.
"Asal ada dana pengganti, kami setuju PBB dihapus," ujarnya.
MUSTHOFA BISRI