TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad, Nursyahbani Katjasungkana, mengatakan kliennya tak akan memenuhi pemanggilan penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Jumat, 20 Februari 2015. Alasannya, dalam surat pemanggilan tersebut, polisi tidak mencantumkan secara detail sangkaan terhadap Samad.
"Surat panggilan tak lengkap dasar-dasarnya, tak ada tempus delicti," kata Nursyahbani di gedung KPK, Selasa, 17 Februari 2015. Dalam istilah hukum, tempus delicti berarti waktu terjadinya tindak pidana.
Menurut Nursyahbani, karena surat pemanggilan tersebut tidak lengkap, Samad tidak mengetahui detail perbuatan pidana yang disangkakan polisi kepadanya. "Dia tak tahu perbuatan yang disangkakan itu kapan," ujar Nur.
Samad rencananya diperiksa pada Jumat pekan ini di Polda Sulawesi Selatan dan Barat. Dalam surat pemanggilan tersebut disebutkan bahwa Samad diperiksa sebagai tersangka kasus pemalsuan surat atau tindak pidana administrasi kependudukan seperti diatur dalam Pasal 264 ayat 1 subsider Pasal 266 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Mantan aktivisi antikorupsi ini juga disangka melanggar Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, Samad dituduh telah memalsukan dokumen otentik sehingga terancam hukuman maksimal 8 tahun penjara. Samad menjadi tersangka atas laporan Feriyani Lim, perempuan asal Pontianak. Dalam laporannya, Feriyani menuduh Samad telah memalsukan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk miliknya untuk membuat paspor pada 2007.
Selain menolak panggilan, Nursyahbani meminta polisi memeriksa kliennya di Jakarta dan bukan di Makassar. Sebab, sebagai Ketua KPK, Samad saat ini berdomisili di Ibu Kota. "Sebaiknya di Polda Metro Jakarta Raya. Kan, itu proses biasa. Polda sana bisa ke sini, tak harus orangnya ke sana," kata Nursyahbani.
MUHAMAD RIZKI