TEMPO.CO, Surabaya - Ketua tim Disaster Victim Identification (DVI) Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Budiyono, mengatakan tujuh jenazah korban Air Asia yang ditemukan terakhir dan juga yang terakhir tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya pada Ahad, 8 Februari 2015, lebih gampang teridentifikasi. Pasalnya, jenazah itu rata-rata ditemukan di dalam bangkai pesawat atau di sekitar bangkai pesawat, sehingga tidak terombang-ambing ombak di laut.
“Karena tidak terombang-ambing ombak, maka jenazah itu relatif lebih utuh,” kata Budiyono kepada wartawan di posko crisis center, Rabu, 11 Februari 2015.
Jenazah yang relatif utuh itu, menurut Budiyono, masih lengkap anggota tubuhnya, mulai dari tangan, kaki, dan kepala, sehingga tim DVI lebih gampang mengambil rontgen gigi korban untuk dijadikan dasar dalam mengungkap identitas korban. “Jadi, kami tidak perlu menunggu hasil DNA yang masih proses analisa di Mabes Polri,” ujar Budiyono.
Budiyono menambahkan, tujuh jenazah yang datang terakhir itu berbeda dengan jenazah yang datang beberapa hari sebelumnya, karena jenazah yang datang sebelumnya itu rata-rata sudah rusak dan beberapa hanya tinggal tubuh atau bagian dari tubuh. Jenazah yang ditemukan sebelumnya itu kebanyakan ditemukan di Sulawesi Barat, yang sudah terombang-ambing ombak.
Jika terombang-ambing ombak, Budiyono menjelaskan, jenazah itu akan rusak dan sulit dikenali identitasnya, sehingga tim DVI hanya bisa mengandalkan data DNA korban yang sudah dikirim ke Mabes Polri. Dari data DNA itu kemudian dicocokan dengan data DNA pembanding dari keluarga yang vertikal. “Dan ini prosesnya agak lama, karena harus menunggu datangnya hasil tes DNA,” kata Budiyono.
Hingga hari ke-46, total ada 101 jenazah yang sudah tiba di Rumah Sakit Bhayangkara. Jumlah itu sudah dikurangi satu bagian tubuh yang ternyata terungkap bagian dari tubuh monyet (non-human). Sedangkan 78 dari 101 jenazah sudah berhasil teridentifikasi dan sisanya, 23 jenazah masih proses pendalaman.
MOHAMMAD SYARRAFAH