TEMPO.CO , Bandung:Pemerintah melarang impor pakaian bekas karena diduga mengandung penyakit. Menurut Dendi Sandiono, dokter spesialis kulit dan kelamin Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, larangan itu ada benarnya.
Dia mengatakan, pakaian bekas impor mengandung banyak bakteri, jamur, dan kutu. "Kalau membeli, kita harus merendamnya dulu dalam air panas yang direbus 100 derajat. Saat setrika, gunakan suhu panas karena semua bakteri mati oleh suhu panas," ujar Dendi kepada Tempo, Jumat, 6 Februari 2015.
Dendi menuturkan semua pakaian bekas impor pada dasarnya banyak mengandung berbagai jenis bakteri yang dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia. "Bisa dibayangkan, namanya juga pakaian bekas kita tidak tahu kondisi pemakai sebelumnya, apalagi cara pengepakannya yang sembarangan. Suhu yang lembab memungkinkan bakteri berkembang biak dengan cepat," ujarnya.
Meski demikian, Dendi menyatakan, sampai saat ini dia belum menemukan orang terkena penyakit serius yang diakibatkan memakai pakaian bekas impor. "Belum ada laporan, mungkin kalau terkena jamur paling gatal-gatal biasa dan akan sembuh dengan sendirinya," katanya.
Antisipasinya, menurut dia, bagi siapa saja yang akan membeli pakaian bekas impor harus lebih teliti dan memeriksa bagian-bagian tertentu. "Lipatan kerah, bagian ketiak, saku, harus diperiksa. Kalau celana di sela-sela selangkangan biasanya kutu-kutu bersarang dan jangan langsung dipakai tapi direndam dulu dengan air mendidih," ujar Dendi.
Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perindustrian Perdagangan (KUKM Indag) Kota Bandung, Eric M Attauriq, menyatakan pelarangan pakaian impor bekas, bisa mendongkrak produksi pakaian di dalam negeri. Sebelum aturan itu diterapkan, Erik meminta pemerintah pusat mencegah masuknya barang ini sejak di hulu. "Namanya barang impor bekas, pasti sebelum masuk ke daerah-daerah melalui jalur pusat dulu," ujarnya.
Berdasarkan Undang-undang Dasar no. 7 tahun 2014, Pasal 47 diatur masalah pelarangan barang bekas. Diantaranya adalah setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Kedua, dalam hal tertentu menteri dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru.
"Kami melakukan penelusuran ke tempat-tempat yang diduga memperjual-belikan barang bekas impor, dan untuk tindak lanjut nasib para pedagang itu wewenang Pemerintah Provinsi, kami hanya bisa memberikan tembusan," kata Eric.
Saat ini, Eric menghimbau agar masayarakat Kota Bandung bisa lebih slektif dan waspada jika mau menggunakan barang bekas impor. "Intinya, warga bisa lebih peduli dengan barang baru produk domestik," ujar dia.
AMINUDIN