TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak bisa hanya meminta polisi mengusut kasus yang dituduhkan polisi pada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto secara obyketif. Dia meragukan keseriusan polisi karena potensi konflik kepentingan dari para penyidiknya dalam kasus itu terbuka lebar. (Baca: 2 Sinyal Kasus Bambang KPK Direkayasa)
"Ada indikasi sebagian penyidik kasus BW (Bambang Widjojanto) tersangkut dalam kasus rekening gendut BG (calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan)," kata Zainal dalam sebuah diskusi di Yogyakarta, Ahad, 25 Januari 2015. Menurut Zainal, solusi penanganan kasus tersebut adalah Presiden Jokowi dengan segera membentuk tim independen yang bertugas mengkaji kasus Bambang. (Baca: Menteri Tedjo Sebut KPK Ingkar Janji ke Jokowi)
>> Menarik dibaca
Prabowo Tahu Jokowi Diintervensi
Tedjo: KPK Tidak Kuat Bila Didukung Tidak Jelas
Orang Goblok pun Tahu, Ini Serangan Balik Polisi
KPK Vs Polri, Anas: Masak Malaikat Ditangkap?
Tim tersebut, menurut Zainal, harus beranggotakan sejumlah orang yang memiliki posisi tidak berkepentingan dengan kasus yang menjerat Bambang. Presiden Jokowi kemudian bisa memerintahkan agar hasil rekomendasi tim independen itu wajib ditaati oleh semua lembaga penegak hukum yang bertikai. “Jadi, proses penanganannya yang harus diindependenkan,” ucap Zainal. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap, Denny: Ini Berbahaya)
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal, Ronny F. Sompie, menjelaskan, dari hasil penyelidikan, polisi berkeyakinan kasus Bambang memenuhi cukup unsur pembuktian. Kesimpulan itu didukung keterangan saksi dan dokumen yang menyatakan adanya pengkondisian untuk memberikan keterangan sesuai arahan Bambang. "Kami juga sudah memperoleh keterangan dari saksi ahli," ujarnya. (Baca: KPK vs Polri, Menteri Tedjo: Jangan Bakar Massa)
Menurut Ronny, Bareskrim telah memeriksa empat saksi terkait kasus Bambang, salah seorang di antaranya pelapor. Pemeriksaan saksi dilakukan setelah polisi menerima laporan dari Sugiyanto Sabran. Laporan yang masuk pada 19 Januari itu menjelaskan adanya dugaan rekayasa saksi terkait penyelesaian sengketa pilkada Kotawaringin Barat. "Keterangan pelapor dan alat bukti pendukung sudah kami kumpulkan." (Baca: Kecoh Wartawan)
Konflik antara KPK dan Polri bermula saat KPK menetapkan Budi sebagai tersangka kasus kepemilikan rekening gendut. Transaksi dalam rekening itu tidak sesuai dengan profil Budi sebagai anggota Polri. KPK menengarai Budi menerima gratifikasi dan suap saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri 2003-2006 di Mabes Polri. Budi sudah membantah tudingan KPK tersebut. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap karena Jokowi)
Selang sepekan dari penetapan Budi sebagai tersangka, Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri menangkap Bambang dengan sangkaan mengarahkan saksi untuk bersaksi palsu dalam sengketa pemilihan Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010. Sabtu, 24 Januari 2015, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga dilaporkan atas kasus perampokan kepemilikan saham ilegal di PT Desy Timber di Berau, Kalimantan Timur. (Baca juga: 'Jokowi, Jangan Pindahkan Istana ke Rumah Mega')
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Topik Terhangat:
Budi Gunawan | Bambang Widjojanto | Tabrakan Pondok Indah | AirAsia
Baca Berita Terpopuler
Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain
''Ada Pembentukan Satgas-Satgas Liar di Polri''
Orang Goblok pun Tahu, Ini Serangan Balik Polisi
Menteri Tedjo Sebut KPK Ingkar Janji ke Jokowi
Jokowi, Kalah Tegas dari Ketua RT dan Lupa Janji