TEMPO.CO, Surabaya - Penanganan kasus pungutan liar yang diduga dilakukan Wakil Kepala SMAN 15 Surabaya Nanang Achmad dihentikan. Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya memutuskan menutup kasus itu dengan dalih tidak ada unsur pidana. "Benar, kasusnya ditutup dan tidak dilanjutkan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Besar Sumaryono kepada Tempo, Jumat, 23 Januari 2015.
Dalam gelar perkara Senin, 19 Januari 2015, penyidik tidak bisa menjerat Nanang dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pemerasan lantaran unsur pidana tidak terpenuhi. Sumaryono mengatakan unsur pidana yang dimaksud adalah tidak adanya paksaan dan kekerasan yang dilakukan wakil kepala sekolah kepada wali murid. Selain itu, tidak ada unsur yang menguntungkan diri sendiri.
Uang yang diberikan wali murid kepada pihak sekolah digunakan untuk pembangunan masjid atau kepentingan sekolah. "Karena tidak ada unsur-unsur itu maka tidak bisa dijerat pidana." (Baca: Gara-gara Pungli, Ahok Pecat 9 Kepala Sekolah)
Nanang Achmad kedapatan tertangkap tangan menerima uang Rp 3 juta dari Mayor Sidiq. Uang itu dibayar Sidiq yang memutasi anaknya ke SMAN 15 Surabaya karena ia pindah dinas dari Jakarta. Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Baktiono, yang diajak Sidiq mendapati uang itu. (Baca: Begini Modus Pungli Sekolah di Jakarta Utara)
Bakti mengatakan pembayaran uang itu merupakan pemerasan kepada wali murid. DPRD Surabaya yang memanggil para pejabat Dinas Pendidikan menyatakan bahwa uang itu bukan hasil pemerasan. Dewan juga meminta agar jabatan Nanang yang sempat dinonaktifkan karena kasus ini segera dipulihkan. (Baca: Dana BOS Rp 1,38 Triliun, Waspadai Sekolah Curang)
Kasus ini ditutup setelah polisi memeriksa delapan saksi. Mereka adalah Kepala SMAN 15, wakil kepala sekolah, guru, murid, Dinas Pendidikan, dan juga Sidiq.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Terpopuler
PDIP Diserang Balik: KPK Pernah Panggil Megawati
Terkuak, Alasan Ali Turun Sebelum Tabrakan Maut
Wakil Ketua KPK Bambang W. Ditangkap Polisi
Tanpa Izin Mega, Hasto Kristiyanto Serang KPK