TEMPO.CO, Bandung - Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan atas pencapaian 1.500 karya batik yang dibuat oleh siswa dan guru sekolah Santo Aloysius Bandung. Ketua MURI Jaya Suprana mengapresiasi pencapaian siswa sekolah Santo Aloysius karena turut melestarikan salah satu warisan budaya Indonesia, yakni batik.
"Pencapaian ini belum pernah ditorehkan oleh sekolah mana pun dan intinya pameran ini merupakan bentuk kecintaan terhadap keanekaragaman budaya Indonesia," kata Jaya Suprana ketika memberikan penghargaan rekor MURI di sekolah Santo Aloysius, Jalan Batununggal II, Kota Bandung, Jumat, 16 Januari 2015.
Menurut Jaya, pameran batik tersebut merupakan salah satu kepedulian terhadap kebudayaan asli Indonesia dan strategi menghadapi era globalisasi. "Saat ini masanya neo imperialism, bentuk penjajahan itu tidak hanya lewat politik saja tetapi melalui kebudayaan," katanya.
Kepala Yayasan Santo Aloysius Sherly Iliana menyatakan persiapan pembuatan rekor batik itu membutuhkan waktu sekitar empat bulan. "Kami menyiapkan 10 orang guru khusus lulusan terbaik Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang mengajarkan tentang tata cara menciptakan karya batik," katanya.
Sherly menuturkan, untuk satu orang siswa diwajibkan membuat satu karya batik. "Penciptaan batik itu melalui jam sekolah, dalam satu hari kami beri waktu 1 jam pelajaran atau selama 45 menit," ujarnya.
Selain itu, sebagai bentuk kepedulian terhadap nilai-nilai warisan kebudayaan Indonesia yang adiluhung, Sherly akan mewajibkan program membuat batik bagi seluruh siswa sekolahnya. "Ke depan pelajaran membuat batik akan menjadi muatan lokal di sekolah Santo Aloysius," ujarnya.
AMINUDIN
Topik terhangat:
Calon Kapolri | Harga BBM Turun | AirAsia | Menteri Jonan | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Lantik Budi Gunawan, Jokowi Lemahkan Diri Sendiri
Kisah Rani, Kurir Narkoba Jelang Hukuman Mati
Evolusi Pembantu Menjadi Penulis dan Motivator