TEMPO.CO, Banyuwangi - Suhandi berdiri mematung saja. Tidak ada lagi air mata. Kesedihannya sudah habis terkuras selama 16 bulan sebelumnya, menyaksikan kondisi sang istri yang mengalami koma. Hingga akhirnya pada Kamis, 15 Januari 2015, Sihatul Alfiyah, mengembuskan napas terakhir. "Telah jauh-jauh hari saya memasrahkan nasib istri saya," kata Suhandi.
Ketua tim dokter penanganan Sihatul di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan, Hery Subiakto, menjelaskan kondisi Sihatul terus memburuk dalam sepekan sebelumnya. Dia memuntahkan makanan cair yang diberikan lewat selang sampai kemudian jantungnya berhenti berdetak pada Kamis subuh lalu. “Kami sudah coba dengan kejut jantung, tapi tak berhasil menolong,” kata Hery.
Sihatul, 25 tahun, adalah tenaga kerja Indonesia yang mendapat perlakuan buruk dari majikannya di Taiwan. Dia sempat dirawat di Taiwan selama delapan bulan. Pihak keluarga lewat proses panjang yang melibatkan PJTKI, BNP2TKI, Migrant Care, DPR RI, dan Kementerian Tenaga Kerja, akhirnya bisa memulangkan Sihatul ke Banyuwangi dengan biaya dari majikan sebesar Rp 270 juta pada 7 Mei 2014. Pemerintah Banyuwangi kemudian membantu perawatan Sihatul di RSUD Blambangan.
Kepulangan Sihatul beserta uang saku di majikan itu tak dibarengi dengan proses hukum untuk si majikan. Asisten Senior Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang Indonesia di Taipei, Noerman Adhiguna, pernah mengatakan kepolisian Taiwan menghentikan penyelidikan terhadap dugaan kekerasan yang menimpa Sihatul Aliyah karena kekurangan alat bukti.
Pernyataan senada disampaikan Kepala Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPT P3TKI) Jawa Timur Agus Heri Santoso. “Sihatul koma lantaran sakit. Tidak ada kekerasan,” katanya. (Baca juga: KBRI Minta Gaji Mariance Kabu Dibayar Penuh.)
Pihak keluarga memilih tak melakukan gugatan hukum. Koordinator LSM Migrant Care Anis Hidayah mengatakan pemberian uang dari majikan untuk pemulangan Sihatul Alfiyah merupakan bentuk pelemahan hukum. (Baca juga: Ibu dan Anak WNI Jadi Korban Banjir di Malaysia.)
Anis menjelaskan, seharusnya majikan Sihatul dan perusahaan yang memberangkatkannya, PT Sinergi Bina Karya, tetap merawat Sihatul di Taiwan hingga sembuh. Pemulangan Sihatul dalam kondisi koma ke Banyuwangi, hanya akan membuat majikan dan perusahaan lepas dari tanggung jawabnya berikutnya.
Suhandi bercerita, uang dari majikan Sihatul hanya tersisa Rp 160 juta setelah dipotong biaya pemulangan dari Taiwan. Uang itu kemudian dibelikan berbagai keperluan Sihatul di rumah sakit, beli sawah, dan sepeda motor. “Beli motor, biar gak kesulitan bolak-balik dari rumah ke rumah sakit,” kata lelaki 27 tahun ini.
Setiap hari selama delapan bulan itu, keluarga bergiliran menjaga Sihatul di rumah sakit. Suhandi terpaksa meninggalkan pekerjaan sebagai TKI di Malaysia dan kemudian menganggur karena harus mendampingi istrinya. Namun sejak dua bulan terakhir, keluarga Sihatul jarang berjaga karena kehabisan uang. Suhandi kemudian membuka warung kopi kecil di belakang rumah sakit, agar dia tetap bisa memperoleh uang dan dekat dengan istrinya.
IKA NINGTYAS
Terpopuler
KPK: Jokowi, Tak Ada Jalan Lantik Budi Gunawan
PDIP Ngotot Budi Gunawan Dilantik, Jokowi Repot
Bahas Budi Gunawan, KPK Bertemu Jokowi
Kabar Kabareskrim Dicopot, Menteri Tedjo Tak Tahu