TEMPO.CO, Yogyakarta - Dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Laretna T. Adhisakti menilai kondisi sampah visual akibat iklan luar ruang di DIY sudah gawat darurat. Tak hanya soal pemasangan iklan yang tidak pada tempatnya, juga jumlah papan reklame yang sangat banyak. “Yogyakarta gawat darurat iklan. Saatnya puasa iklan,” kata Laretna dalam sarasehan “Estetika dan Etika Penataan Iklan di Ruang Publik” di gedung Pracimosono Kepatihan Yogyakarta, Kamis 15 Januari 2015.
Dia mencontohkan, banyak papan reklame dipasang di pohon. Akibatnya, orang yang biasanya duduk di bawah pohon untuk menikmati keindahan kota takut karena duduk di bawah billboard. Wajah kota pun tak tampak karena ditutup billboard yang besar dan tidak beraturan. Jembatan pun tak luput menjadi tempat pemasangan papan iklan. Dia minta pemasangan papan reklame dibatasi. “Kawasan cagar budaya harus bebas iklan, juga kawasan pusaka lain,” ujarnya. Iklan juga bisa diganti lewat media cetak, digital.
Baca Juga:
Berdasarkan data Badan Periklanan Daerah Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) DIY, jumlah iklan yang dipasang kurun Januari 2013-Oktober 2013 di Kota Yogyakarta 1.329 unit. Jika papan iklan dipajang di tepi jalan kota yang panjangnya 32 meter secara berderet panjangnya 28 kilometer. Artinya, kepadatan iklan 87,5 persen. “Itu yang membuat tidak nyaman publik,” kata Ketua Badan Periklanan Daerah P3I DIY Frasisca Anita Herawati.
Muncul pula usulan yang perlu dibahas dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Iklan Luar Ruang, yaitu tentang larangan memasang di lokasi tertentu. Lokasi itu meliputi taman kota, ruang terbuka hijau, trotoar, dinding bangunan warisan budaya, jembatan, tiang telpon, listrik, rambu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan pohon, serta penataan dan pembatasan jumlah videotron. “Rancanganperda keistimewaan tentang kebudayaan dan tata ruang harus membahas soal itu,” kata Wakil Ketua Dewan Pendidikan DIY Hari Dendi.
Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Penataan Reklame Kota Yogyakarta mengeluarkan rekomendasi untuk tidak mengeluarkan izin baru pemasangan reklame luar ruang. “Kami minta pemberian izin reklame itu bisa dilakukan setelah raperda disahkan, atau bisa dibersihkan paksa,” ujar ketua panitia khusus penataan reklame Suwarto di sela pembahasan raperda itu dengan pemerintah Kota Yogyakarta, Kamis 15 Januari 2015.
PITO AGUSTIN RUDIANA | PRIBADI WICAKSONO