TEMPO.CO, Jakarta - Kendati mendapat kecaman keras, Presiden Joko Widodo masih tetap mengajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri ke Dewan Perwakilan Rakyat. Ia menegaskan penentuan calon Kapolri merupakan wewenang Presiden.
"Sudah dari Komisi Kepolisian Nasional, hak prerogatif saya pakai. Saya pilih, saya sampaikan ke Dewan," kata dia kepada wartawan di sela kunjungan ke PT PAL Indonesia, Surabaya, Sabtu 10 Januari 2015. (Baca: Jokowi: Masak Pilih yang Jauh)
Situasi pencalonan Kepala Polri sekarang amat berbeda dibandingkan ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyodorkan Komisaris Jenderal Sutanto sebagai calon Kapolri pada 2005. (Baca: Calon Kapolri: Tiga Perbedaan Pilihan Jokowi dan SBY)
Kendati begitu, pilihan dan cara kedua Presiden mengganti Kepala Polri tak jauh berbeda. Berikut ini persamaannya:
1. Mengganti di Tengah Jalan
Presiden Yudhoyono mulai berancang-ancang mengganti Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar pada Desember 2004, hanya beberapa bulan setelah ia dilantik menjadi Presiden. Padahal masa kerja Da’i yang diangkat sebagai Kapolri di era Presiden Megawati pada November 2001 baru akan habis dua tahun lagi. SBY kemudian mengusulkan Komjen Pol. Sutanto--saat itu memimpin Badan Narkotika Nasional-- menjadi calon Kapolri. (Baca: Calon Kapolri Usulan SBY)
Kini Jokowi juga melakukan hal yang sama, mengganti Kapolri Jenderal Sutarman yang diangkat pada era SBY pada Oktober 2013. Praktis, Sutarman baru sekitar 15 bulan memimpin kepolisian. Jokowi bahkan memprosesnya secara cepat dan terkesan terburu-buru sehingga membuat kaget kalangan aktivis antikorupsi.
"Mendadak sekali, kami tidak habis pikir alasan Jokowi," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho yang dihubungi pada 9 Januari 2015. (Baca: Jokowi Sodorkan Budi Gunawan: Ini Mimpi Buruk)
2. Mantan Kepala Lembaga Pendidikan
Budi Gunawan mendapat bintang tiga saat ia dipromosikan menjadi Kepala Lembaga Pendidikan Polri pada 2012. Lembaga ini membawahi institusi pendidikan seperti Akademi Kepolisian, Sekolah Staf dan Pimpinan Polri , dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Latar belakang Kapolri Jenderal Sutanto yang diangkat oleh SBY juga sama. Ia pernah memimpin lembaga itu pada 2002-2005—saat itu masih bernama Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Ia kemudian diangkat menjadi Ketua Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional sebelum akhirnya diusulkan sebagai calon Kapolri.
3. Bekas Ajudan Presiden
Sutanto pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto pada 1995-1998. Lulusan terbaik Akademi Kepolisian pada 1973 ini kemudian menjadi Wakil Kepolda Metro hingga 2000. Karirnya terus menanjak dan menduduki sejumlah posisi penting seperti Kapolda Sumatera Utara dan Jawa Timur.
Prestasi Budi Gunawan pun lumayan. Ia salah satu lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1983. Budi pernah menjadi ajudan Presiden Megawati pada 2001-2004. Hanya berselang empat tahun, ia kemudian diorbitkan menjadi Kapolda Jambi.
Latar belakangnya sebagai ajudan pula yang membuat Budi memiliki relasi yang luas seperti diungkapkan oleh Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal pada 2010. Kepada Tempo, Ito berusaha menjelaskan rekening gendut yang dimiliki oleh Budi Gunawan--ketika masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Total duit yang mengalir ke Budi dan keluarganya mencapai Rp 54 miliar. Ketika itu, kata Ito, rekening gendut Budi Gunawan sudah “clear”.
Menurut Ito, justru Budi yang berinisatif menjelaskan. "Anda lihat, gedung Divisi Profesi kini sangat bagus, jauh lebih bagus daripada kantor saya," kata Ito. "Anda tahu siapa yang membangun? Pak Budi Gunawan, dengan dana pribadi," kata Ito saat itu kepada Tempo. (Baca: Relasi Mantan Ajudan Presiden)
MOYANG KASIH DEWI | RIKY F.
Baca juga
Rekening Budi Gunawan Gendut, Kami Tanya Isu Itu
Ternyata Budi Gunawan Dapat Rapor Merah KPK
Pilih Budi Gunawan, Jokowi Ingkar Janji
Jokowi Ditantang Bongkar Rekening Budi Gunawan
Siapa yang Tangani Rekening Gendut Budi Gunawan
Mega Perintahkan PDIP Terima Budi Gunawan