TEMPO.CO, Jakarta - Pencarian jenazah dan puing pesawat AirAsia QZ8501 masih terus berjalan, meski terkadang dihadang cuaca buruk. Kapal, pesawat, dan helikopter dikerahkan untuk menemukan korban bencana. Sebagian besar penumpang masih dinyatakan hilang dan tim pencari masih mencari badan besar pesawat. (Baca: Tony Fernandes Tunaikan Janji ke Pramugari Air Asia)
Pencarian terkonsentrasi di zona yang yang meliputi 1.575 mil laut atau sekitar 5.400 kilometer persegi. Lokasi ini dipercaya sebagai daerah yang paling mungkin di mana puing pesawat berada. (Baca: Rute Air Asia Surabaya ke Singapura Dibekukan)
Pada Jumat, 2 Januari 2015, gelombang di Laut Jawa setinggi 4 meter dan menyulitkan penyelam untuk melakukan pencarian di bawah laut. "Cuaca adalah hambatan terbesar," kata Kepala Polda Kalimantan Tengah, Brigadir Jenderal Bambang Hermanu. (Baca: Jenazah Korban Air Asia Ini Tak Disambut Kerabat)
Berikut tiga fakta dan tanda tanya seputar kecelakaan AirAsia QZ8501.
Penerbangan
Fakta:
Pesawat AirAsia QZ8501 berangkat pada Minggu pagi, 28 Desember 2014, dari Surabaya menuju Singapura. Kira-kira 35 menit setelah penerbangan, pilot meminta izin kepada stasiun kontrol lalu lintas udara untuk belok kiri dan naik lebih tinggi untuk menghindari cuaca buruk. Beberapa menit kemudian, pesawat menghilang dari radar kontrol lalu lintas udara.
Tanda tanya:
Apa yang terjadi di pesawat setelah hilang kontak?
Beberapa ahli berspekulasi bahwa pesawat AirAsia QZ8501 mungkin telah mengalami guncangan aerodinamis karena kurangnya kecepatan atau terbang dengan sudut tajam untuk mendapatkan tekanan lebih. Analis juga menduga pilot mungkin belum mendapatkan informasi dari sistem onboard tentang posisi pesawat. Badai yang menyebabkan hujan dan hujan es bisa merusak mesin.
Sampai reruntuhan utama pesawat ditemukan, termasuk kotak hitam, ahli memiliki sedikit bukti untuk mendukung teori mereka.
Selanjutnya: Mengenai pencarian