TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib berangkat ke Belanda demi putra sulungnya, Soultan Alif Allende alias Alif, kini berusia 16 tahun. Meski tujuan awalnya untuk kuliah karena mendapat beasiswa, tapi Munir berencana memboyong seluruh keluarganya ke sana ketika sudah menetap di Belanda. Khusus untuk Alif, Munir berkeinginan mengobati putranya itu karena mengalami autisme. (Baca selengkapnya di Majalah Tempo Edisi 8-13 Desember 2014, Fakta Baru Pembunuhan Munir)
Istri Munir, Suciwati, yang ditemui bulan lalu bercerita, saat suaminya akan berangkat ke Belanda pada 6 September 2004, Munir sudah berpesan akan menjemput Suci beserta dua anaknya, Alif dan Diva Suukyi, pada Desember tahun yang sama. "Saya selalu mengingatkan soal niat sekolah ke Belanda," kata Suci. (Baca: Blakblakan Saksi Kunci Pembunuhan Munir)
Tapi, nahas bagi pendiri lembaga Kontras tersebut, ia tewas terbunuh dengan cara diracun dalam penerbangan menggunakan maskapai nasional Garuda Indonesia, pada 7 September 2004 silam. Seorang pelakunya diketahui adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Mantan Direktur Utama Garuda ini divonis 14 tahun penjara, tapi dinyatakan bebas, dua pekan lalu, setelah menjalani hukuman selama delapan tahun penjara. (Baca: Kasus Munir, Pollycarpus Disebut Berdarah Dingin)
Kini, Suci bersama dua anaknya tinggal di Malang, Jawa Tengah. Alif sendiri masih sering mengingat bapaknya meskipun sudah sepuluh tahun meninggal. Bahkan anak yang sudah beranjak remaja ini terkadang berteriak dan menangis di pangkuan ibunya.
Tim Tempo
Terpopuler: