TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengomentari pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijanto. "Pernyataan Menkopolhukam ini merupakan kecelakaan sejarah bagi rezim pemerintahan Jokowi," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Ferry Kusuma di kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis, 4 Desember 2014. (Baca juga: Pollycarpus Bebas, Kematian Munir Tetap Misteri)
Sebelumnya, pada awal Desember, Tedjo mengeluarkan pernyataan, "Yang lalu, kan, sudah. Rekonsiliasi ini kita lanjutkan. Jangan mundur lagi ke belakang. Negara perlu makmur ke depan, bukan hanya mencari salah di sana-sini. Jadi, ayo perbaiki bangsa ke depan." (Baca juga: Ada Pollycarpus dalam Kematian Munir)
Kontras memandang pernyataan tersebut sebagai sinyalemen tidak adanya keinginan pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Ucapan itu juga dianggap sebagai bentuk pemerintah memandang sebelah mata penyelesaian pelanggaran HAM. (Baca juga: Ini Novum PK Pollycarpus Versi Pengacara)
Kontras bersama keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu meminta Tedjo mencabut pernyataan itu dan meminta maaf. "Pernyataan itu seperti pisau belati yang menusuk jantung kami," kata Ferry. (Baca juga: Bebas Bersyarat, Pollycarpus Hirup Udara Bebas)
Keluarga korban itu tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65 (YKPP 65), Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR-KROB), Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara, Solidaritas Persaudaraan Korban Pelanggaran HAM Aceh, Awak Mantan Tahanan Politik Aceh (AMANAT), Keluarga Ureng Gadoh Aceh (KAGUNDAH), dan Komunitas korban Jamboe Keupok Aceh Selatan.
PAMELA SARNIA
Berita lainnya:
Gubernur FPI Ngarep Sumbangan Warga
Gubernur FPI Siap Duel dengan Nikita Mirzani
Cerita Ahok tentang Hantu dan Setan Buta Huruf
Menteri Susi Tak Bantah Nilai Perusahaannya Rp 1 T