TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo berharap pemerintah perlu meningkatkan perlindungan hukum untuk guru. Pihaknya menemukan kasus guru yang teraniaya secara politik seusai pemilihan kepala daerah.
Sulistyo mencontohkan, yang terjadi pada pemilihan Bupati Boyolali 2010. Setelah pilkada, tercatat 2.000 guru dimutasi dalam setahun. (Baca: Anies Beberkan Cara Memuliakan Guru)
"Mutasi itu nuansanya hukuman. Ada guru yang rumahnya di wilayah timur dan sudah bekerja di timur, tiba-tiba dipindah ke barat," kata dia di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta Selatan, pada Senin, 24 November 2014.
Bila alasan mutasi untuk promosi atau meningkatkan mutu pendidikan, kata dia, guru yang akan dimutasi biasanya diajak bicara terlebih dahulu. "Kalau hukuman, jangan ditanya. Tiba-tiba, surat keputusan keluar," ujar dia. (Baca: Komnas: Profesi Guru Perlu Tambahan Insentif)
Sulistyo mengklaim tidak ada politik uang yang memaksa guru memilih calon tertentu. Penyebabnya, kata dia, karena pembawaan pegawai negeri yang loyal kepada atasan. "Tidak ada main uang. Tapi sering kali ada gerakan untuk memilih calon tertentu," kata dia.
Selain itu, dukungan umumnya diberikan kepada calon inkumben (petahana). "Biasanya kalau calon petahana maju, guru sulit untuk tidak memilih," ujar Sulitiyo. (Baca: Anies Tambah Direktorat Khusus Guru di Kemendikbud)
PAMELA SARNIA
Berita Lain
Daftar Gebrakan Susi Sebulan Jadi Menteri
Surya Paloh Cerita Asal Mula Jokowi Pilih Prasetyo
Cari Fee dari Sonangol, Surya Paloh: Sontoloyo Itu
10 Tahun Presiden, SBY Bakar Subsidi BBM Rp 1.300 T