Florence juga menyoal penyitaan telepon selulernya. Sebab, penyitaan tidak dilengkapi dengan persetujuan dari pengadilan setempat. Lagi pula polisi dituduh telah merusak aplikasi iPhone-nya dan merusak kata sandinya.
Soal tuduhan dirinya menghina pada akun Path-nya, Florence membantah. Secara spesifik, hal itu tidak ditujukan kepada orang per orang, melainkan Yogyakarta secara umum, yaitu kota.
Dengan alasan-alasan yang telah ia bacakan, mahasiswa S-2 Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu minta hakim menggugurkan dakwaan jaksa. Ia memohon kepada hakim untuk dibebaskan dari segala dakwaan. "Dalam minggu-minggu ini saya belum mau didampingi pengacara," kata Florence seusai sidang. (Baca: Waspada Hadapi Bully di Sosial Media)
Hakim Bambang menanyakan kepada jaksa Retno untuk tanggapannya. Jaksa minta waktu satu minggu untuk menyiapkan jawaban. "Minta satu minggu, Yang Mulia," kata jaksa.
Sebelumnya, jaksa menjerat Florence dengan Pasal 27 ayat 3 atau Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Pasal 27 ayat 3 berbunyi: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat 2 berbunyi: dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antar-golongan atau SARA.
SYAIFULLAH
Berita Terpopuler
BEM Indonesia Akan Turunkan Jokowi
Ceu Popong Ajukan Pertanyaan 'Bodoh' di Paripurna
Ibas Bandingkan Kenaikan BBM Era SBY dan Jokowi
Mengapa Harga BBM Hanya Naik Rp 2.000?