TEMPO.CO, Magelang- Sejarawan Inggris Peter B.R.Carey menyatakan tokoh besar dalam sejarah Jawa, Pangeran Diponegoro muncul di tempat tak terduga. Ia terpanggil menjadi ratu adil ketika menyaksikan Jawa yang semakin kehilangan harga diri pada masa pendudukan kolonial. "Diponegoro tidak ditakdirkan menjadi ratu adil, melainkan zaman yang memaksanya," kata Peter Carey dalam seminar berjudul Kekuasaan, Ratu Adil dan Milinarisme di Hotel Manohara Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis, 13 November 2014.
Peter Carey berbicara dalam rangkaian acara Borobudur Writers and Cultural Festival berjudul Ratu Adil Kuasa dan Pemberontakan di Nusantara, 12-15 November 2014 di Yogyakarta dan Magelang. Dia menjadi pembicara bersama dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Setyo Wibowo, Dosen Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada, Daud Aris Tanudirjo, dan dosen Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada, Sri Margana. (Baca: Film Senyap Diputar di Borobudur Writers Festival)
Peter Cerey menjelaskan Diponegoro muncul dari orang yang tidak terkemuka. Ia melewati serangkaian perjalanan hidup hingga menjadi tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Diponegoro muncul di tempat tak terduga karena ia sehari-hari bergaul dengan petani, datang ke gubuk sawah di Tegalrejo.
Diponegoro berperan menjadikan Tegalrejo sebagai lumbung desa, yang mampu mengirim beras ke Bima, Nusa Tenggara Barat. "Diponegoro bukan seorang Jawa yang terkurung. Tapi ia membuka ladang," kata dia. Ia juga mendatangi pesantren-pesantren di sekitar Yogyakarta pada umur 20 tahun.