TEMPO.CO, Palu - Direktur Bina Kesertaan Keluarga Berencana Jalur Wilayah dan Sasaran Khusus Ary Goedadi mengatakan lembaganya memerlukan tambahan anggaran dua kali lipat. Kebutuhan itu akan dipakai untuk mendanai seluruh kegiatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), khususnya di daerah terpencil. "Minimal dananya itu perlu dua kali lipat lagi," katanya di lapangan Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis, 13 November 2014. (Baca: Jokowi: BKKBN Harus Diperkuat)
Ary mengatakan dana menjadi salah satu hambatan di direktoratnya. Saat ini BKKBN mendapat anggaran Rp 2,8 triliun. Jumlah itu, kata Ary, sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan lembaganya di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan. "Di Indonesia, sebagai negara maritim, pelayanannya jadi lebih sulit," katanya.
Ary menjelaskan, untuk menjangkau daerah perbatasan, pihaknya memerlukan kapal-kapal kecil. Di darat, petugas BKKBN bisa menyewa jasa ojek dengan membayar Rp 10-20 ribu. Namun di pulau-pulau perlu Rp 5 juta untuk menyewa kapal menuju kepulauan terpencil atau Rp 10 juta untuk ongkos bolak-balik. (Baca: Optimalisasi KB, BKKBN Pakai Sistem Geospasial )
Belum lagi banyaknya jumlah pulau yang harus didatangi. "Walau isi pulau itu hanya 10-20 kepala keluarga, petugas kami tetap wajib menjangkaunya," kata Ary.
Ary mengatakan masalah transportasi yang memerlukan anggaran tinggi itu kebanyakan terjadi di Indonesia bagian timur. Karena itu pula di sana BKKBN lebih banyak mempromosikan alat kontrasepsi jangka panjang, seperti IUD atau spiral yang punya masa pakai 8 tahun atau implan yang bisa dipakai 3 tahun.
Jangka waktu pemakaian alat kontrasepsi obat atau suntik hanya harian hingga bulanan. "Kalau jangka waktu habis, mereka akan susah mendapatkan tambahan obat lagi karena masalah transportasi yang mahal," kata Ary.
MITRA TARIGAN
Berita Lain
Menpora Janji Tangani Suporter dan Mafia Olahraga
Ronaldo Terima Trofi Pichichi dan Di Stefano
Terlalu Sering Mendrible, Van Gaal Kritik Di Maria
Van Gaal Akui MU Belum Seimbang