TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati tak ada satu pun daerah otonomi baru (DOB) yang disahkan. "Kami tak bisa memutuskan sekarang karena tak ada kesepakatan," ujar Ketua Komisi Pemerintahan Agun Gunandjar Sudarsa saat membacakan laporan di ruang Rapat Paripurna DPR, Senin, 29 Agustus 2014.
Agun mengatakan Komisi Pemerintahan memberikan mandat agar pembahasan daerah otonomi daerah dilanjutkan oleh DPR periode berikutnya. "Ada 65 DOB dan 22 DOB yang sudah ada ampres (amanat presiden)-nya, mohon ini dilanjutkan pembahasannya," ujar Agun.
Pernyataan ini sontak membuat marah perwakilan rakyat Papua yang turut hadir di ruang sidang. Mereka berteriak-teriak mengancam membakar gedung DPR. "Bakar, bakar, bakar. Komisi II tanggung jawab, Mendagri tanggung jawab," teriak massa dari dalam ruang sidang.(Baca:Pemerintah SBY Akan Sahkan 20 Daerah Otonomi Baru)
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah meminta pimpinan sidang tidak mengakhiri rapat dan segera mengadakan lobi. Menurut Fahri, ada beberapa daerah yang sesungguhnya bisa disahkan hari ini. "Pimpinan tak boleh mengakhiri sidang di bawah tekanan," katanya.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan ada 21 daerah otonomi baru yang memenuhi syarat untuk disahkan. Namun, kata dia, DPR juga mengusulkan daerah lainnya untuk ikut dimekarkan. "Pemerintah sendiri juga tak bisa menambah daerah lain di luar 65 itu. DPR sendiri juga belum sepakat," ujar Gamawan.
Anggota Komisi Pemerintahan, Abdul Hakam Naja, mengatakan pembahasan soal DOB akan dilanjutkan pada periode berikutnya karena beleid tentang daerah pemekaran termasuk undang-undang kumulatif terbuka. Namun pelaksanaannya harus mengikuti Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang disahkan pekan lalu. "Jadi tetap harus melewati mekanisme daerah persiapan," ujar Hakam. (Baca:KPK: Kepala Daerah Sembarangan Beri Izin Tambang)
Anggota Badan Legislasi, Ahmad Yani, mengatakan setelah melakukan evaluasi, pihaknya akan meminta ruang untuk carry over. "Termasuk juga soal DOB," ujar Ahmad Yani. Menurut dia, dalam membuat undang-undang, banyak biaya, waktu, dan tenaga yang sudah dikeluarkan, sehingga pertanggungjawabannya harus ada. "Jadi tak usah masuk prolegnas (program legislasi nasional), tapi langsung dibahas," katanya.
TIKA PRIMANDARI
Baca juga:
Ini Titik Rawan Geng Motor di Jabodetabek
PM India dan Israel Bahas Kerja Sama di New York
Pentas Teater Partisipasif pada Era Media
Diduga Memperkosa, Polisi Panggil Raja Solo