TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana menilai Partai Golongan Karya menjadi partai yang paling diuntungkan dari disahkannya Rancangan Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Qanun itu bakal membuat pemungutan suara Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi bukan milik rakyat, namun milik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Golkar masih jadi partai yang paling mendominasi parlemen di daerah," kata Ari saat dihubungi, Sabtu, 27 September 2014.
Ari khawatir mekanisme pilkada yang baru saja disahkan di Rapat Paripurna DPR itu bakal menyingkirkan tokoh-tokoh potensial di daerah. Sebab, fenomena politik berbasis figur sudah tidak relevan lagi. "Yang ada adalah fenomena politik berbasis kekuatan partai atau jumlah kursi," ujar dia.(Baca:Tagar #ShameOnYouSBY Dominasi Perbincangan Netizen)
Padahal sebelumnya, banyak kepala daerah potensial yang kemudian memenangi pilkada meskipun tidak disokong partai mayoritas parlemen di daerah itu. "Contohnya adalah Wali Kota Bandung Ridwan Kamil," kata Ari. Pada Pilkada Kota Bandung tahun 2013, Ridwan dan pasangannya, Oded Danial, memenangi pilkada walaupun hanya didukung dua partai, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya dan Partai Keadilan Sejahtera.
Menurut Ari, bahkan kader potensial dari Koalisi Merah Putih bisa jadi tidak punya kendaraan untuk maju menjadi kepala daerah. "Sekarang pilkada bicara soal kursi di parlemen, bukan soal kandidat potensial lagi. Sebab besar kemungkinan kandidat satu dengan yang lain tidak punya kesempatan yang sama," katanya.(Baca:Golkar Dapat Jatah 4 Pimpinan Kelengkapan DPR)
Ari mengatakan metode pemungutan suara via DPRD bakal dewan pimpinan pusat partai politik menentukan pemimpin daerah. "Akan muncul banyak kepala daerah tapi made in Jakarta'," katanya. Sebab, penentuan suara di daerah ditentukan DPRD, sedangkan penentu suara DPRD itu fraksi parpol sebagai perpanjangan tangan partai. "Partai di daerah pasti ikut perintah DPP karena partai itu komando sentralistik."
"Jadi bisa dikatakan sebarnya pilkada sudah selesai sejak DPP memutuskan siapa kepala daerah yang mereka kehendaki," kata Ari.
Sidang Paripurna pada 26 September 2014 memutuskan pilkada dilakukan melalui DPRD. Keputusan itu diambil setelah kubu pendukung pilkada langsung dari poros koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla kalah suara ketimbang kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pendukung pilkada melalui DPRD.(Baca:Pilih Ketua DPR dan MPR, Ical Mau Istikharah Dulu)
Sidang diwarnai aksi 'walk out' 129 anggota Partai Demokrat. Padahal jika Demokrat mendukung pilkada langsung, maka suara kubu Jokowi-Kalla bakal menang dan Paripurna mengesahkan pemungutan suara dalam pilkada akan dilakukan oleh rakyat.
MUHAMAD RIZKI
Baca juga:
Jokowi:Subsidi BBM Dialihkan ke Petani dan Nelayan
Raisa, Gigi, dan JKT 48 Ramaikan Penutupan IIMS
Ketemu Dubes Asing, Risma Kebanjiran Tawaran Join
Kasus IM2, Operator Internet Minta Fatwa MA