TEMPO.CO , Jakarta: Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy menjabarkan ada tiga kesalahan fatal partai koalisi Jokowi-Jusuf Kalla. Akibatnya, koalisi penyokong pemerintah itu tak bisa dibentuk secara efektif di parlemen.
"Pertama, mereka tak punya komando tunggal," kata Romi, panggilan Romahurmuziy, sebelum acara rapat pleno PPP versi Emron Pangkapi di Balai Kartini, Jumat, 26 September 2014. (Baca:RUU Pilkada, Kubu Jokowi Merasa Dibohongi Demokrat)
Sehingga, menurut Romi, tak ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap pembentukan koalisi. "Apakah PDI Perjuangan, Megawati, Jokowi, atau Jusuf Kalla, kita tak tahu," kata dia.
Kedua, Romi melanjutkan, tak ada pendelegasian dalam berkomunikasi lintas partai. "Tak jelas, siapa boleh berbicara apa kepada siapa."
Yang terakhir adalah masalah insentif politik. Menurut dia, bicara komunikasi politik pasti ada insentifnya. "Insentif politik yang ditawarkan Jokowi-JK enggak ada sampai hari ini," kata dia. Sehingga, kata Romi, membayangkan parpol pendukung Jokowi-JK membentuk koalisi mayoritas masih sangat kecil kemungkinannya. (Baca:Pengamat: RUU Pilkada Balas Dendam Kubu Prabowo)
Romi menilai barisan Jokowi-JK tertinggal jauh dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2004, SBY mampu membangun koalisi mayoritas di parlemen. "Meski saat itu Demokrat adalah partai terbesar kelima," kata dia. "Dan koalisi itu terjadi jauh sebelum pelantikan DPR."
Menurut Romi, drama rapat paripurna RUU Pemilihan Kepala Daerah semalam menunjukkan kekalahan total koalisi Jokowi-Jusuf Kalla. "Mereka tak bisa menghimpun koalisi mayoritas," kata dia. Menurut Romi, ketidakmampuan merangkul partai dalam sebuah koalisi bisa membahayakan stabilitas pemerintahan lima tahun ke depan.(Baca:Menggugat UU Pilkada, Ini Alasan Pentingnya)
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Baca juga:
IIMS 2014, SPG Mobil Mewah Honornya Lebih 'Wah'
15 Korban Kecelakaan Truk TNI AL Masih Dirawat
Tiket Murah Garuda Ada di Travel Fair Surabaya
ISIS Merancang Serangan ke Barat