TEMPO.CO , Aceh: Komunitas warga keturunan Tionghoa yang tergabung dalam Keluarga Besar Yayasan Hakka Aceh belum bersikap terkait rencana pengesahan Qanun Jinayat (pidana) Aceh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jumat, 26 September 2014. Dalam draf qanun disebutkan aturan itu juga berlaku untuk non-muslim.
Ketua Umum Hakka Aceh, Kho Khie Siong alias Aky, mengatakan draf Qanun Jinayat menimbulkan pro-kontra di dalam komunitas yang terdiri dari lintas agama tersebut. Menurut Aky, banyak warga di komunitas Hakka yang khawatir jika sampai aturan kemudian juga mengatur tentang cara berpakaian. “Janganlah sampai ada pemberlakuan jilbab untuk non muslim. Ini sudah sangat asasi,” ujarnya, Kamis, 28 September 2014. (Baca juga: Qanun Jinayat Syariat Islam Disahkan Jumat Ini)
Dalam draf Qanun Jinayat, tidak ada pasal yang mengatur tentang cara berbusana. Qanun yang mengatur busana di Aceh adalah Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam. Dalam aturan tersebut, juga tidak klausul wajib berbusana islami bagi non-muslim. (Baca juga: Qanun Jinayat Aceh Juga Berlaku untuk Non Muslim)
Akan tetapi, Aky mengatakan ada pula yang merespons positif terkait Qanun Jinayat. Sebab, Qanun Jinayat dianggap bisa mengurangi tingkat kejahatan di Aceh.
Menurut Aky, dia perlu melihat bagaimana pemberlakuan Qanun Jinayat tersebut untuk non-muslim, setelah disahkan. Mungkin juga akan ada sosialisasi dan di sana pihaknya akan menilai sejauh mana realisasi qanun tersebut.
Ketua Komisi G DPRA, Tgk Ramli Sulaiman menjelaskan Qanun Jinayat nantinya berlaku bagi setiap warga non-Muslim yang melakukan perbuatan ‘jarimah’ (dilarang sesuai syariat Islam) di Aceh, yang tidak diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal itu tercantum dalam pasal (5) rancangan qanun tersebut.
ADI WARSIDI
Berita lain:
Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237
Sebarkan Foto Bugil Bekas Pacar, Remaja Ini Dibui
Elza Syarief: Perempuan Indonesia Jangan Bodoh