TEMPO.CO, Jakarta - Pengaju uji materil Undang-Undang Perkawinan menyebut klausul nikah berbeda agama masih abu-abu sehingga masih terbuka ruang untuk berdebat. Oleh karena itu, negara harus menghormati perbedaan ini.
Menurut Rangga Sujud Widigda, salah satu pengusul, ada perbedaan padangan soal ini di antara kalangan ulama. Sebagian ulama mengizinkan, tapi ada juga yang melarang.
"Misalnya kita lihat karangan Prof. Musdah Mulia. Saya menghormati penafsiran yang menyatakan ini boleh dan tidak boleh," kata kata Rangga Sujud Widigda pada Tempo kemarin, 20 September 2014. (Baca: Soal Nikah Beda Agama, UU Perkawinan Digugat)
Menurut Rangga, ada ruang untuk membahas soal ini. Dengan demikian, negara diminta untuk tidak langsung mengambil posisi soal ini.
"Saya tidak ingin negara mengambil ekstrem kanan atau ekstrem kiri. Saya ingin negara menyerahkan pada masing-masing individu. Negara harus menghormati semua pihak," kata Rangga. (Baca: Ratusan Remaja Malang Minta Dinikahkan)
Sebelumnya, Damian Agata Yuvens, Anbar Jayadi, Rangga Sujud Widigda, dan Luthfi Sahputra pada 4 Juli 2014 telah mengajukan judicial review terhadap Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Tujuan pengajuan ini adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan terhadap hak konstitusional setiap warga negara Indonesia, khususnya hak beragama, hak untuk melangsungkan perkawinan, hak untuk membentuk keluarga, hak atas kepastian hukum, hak atas persamaan di hadapan hukum dan hak atas kebebasan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif.
FEBRIANA FIRDAUS
Terpopuler:
Prabowo Klaim Gerindra Kalah karena Kurang Duit
Tidak Jadi Menteri, Abraham Siap Maju Pilpres 2019
Asian Games 2018, Ahok: Jokowi Jadi Sukarno Kedua
Jokowi: Bangsa Besar Tidak Cukup Dibangun Empat Partai
Mega: Emangnya Saya Ngurusin Kabinet