TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis bedah asal Madiun, Jawa Timur, Bambang Suprapto, mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung. Bambang divonis bersalah dan melanggar Undang-Undang tentang Praktek Kedokteran.
Surat dilayangkan ke Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur, pada Senin, 15 September 2014. "Untuk permohonan PK masih saya susun," kata Bambang kepada Tempo, Rabu, 17 September 2014. (Baca: Pasien Meninggal, 'Dokter' Ini Jadi Tersangka)
Penyusunan permohonan PK, dilakukan bersama dengan penasihat hukumnya. Materi yang termuat di dalam PK harus terperinci dan mencantumkan bukti-bukti baru alias novum. "Secepatnya permohonan PK akan saya sampaikan ke pengadilan," ujar Bambang.
Dokter Bambang mengajukan PK karena Pasal 76 dan 79 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang dijadikan landasan putusan MA, sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, kedua pasal tersebut telah dihapus pada 19 Juni 2007.
Kasus tuduhan malpraktek ini berawal pada 25 Oktober 2007. Saat itu Bambang mengoperasi Johanes Tri Handoko, pasien yang menderita kanker usus besar. Operasi penyambungan usus dilakukan di Rumah Sakit Detasemen Kesehatan Tentara (DKT) Kota Madiun tempat Bambang bertugas. (Baca: Demo Dokter, Menkes: Pelayanan Kesehatan Tak Nomal)
Oleh MA, upaya medis ini dinyatakan melanggar Undang-Undang tentang Praktek Kedokteran karena dokter Bambang tidak memiliki surat izin paktek. Bambang juga dinyatakan tidak memenuhi kewajibannya memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar prosedur operasional. Di tingkat kasasi, MA memvonis Bambang dengan hukuman 1,5 tahun penjara. Namun, Bambang berpendapat, pasal yang dijadikan landasan oleh MA itu cacat hukum.
Juru bicara Pengadilan Negeri Kota Madiun, Suryo Diyono, membenarkan telah menerima akta permohonan PK yang diajukan dokter Bambang. Meski demikian, pihak pengadilan masih menunggu surat dari terpindana, di antaranya tentang alasan pengajuan PK dan bukti-bukti baru yang belum diungkapkan dalam sidang sebelumnya. (Baca: Ketua MKDKI: Kami Tak Mengenal Istilah Malpraktek)
Setelah permohonan PK diterima, Suryo melanjutkan, pihak pengadilan akan menyidangkannya. Jika langkah hukum luar biasa yang diajukan terpidana dinyatakan diterima, maka hasil persidangan akan dilayangkan ke Mahkamah Agung.
Saat dikonfirmasi soal putusan MK yang dinilai ganjil ini, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, menilai vonis terhadap dokter Bambang bukan kesalahan majelis hakim. Vonis tetap sah meski majelis menggunakan pasal yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
"Apalagi setiap putusan Mahkamah Konstitusi itu ada beberapa yang kemudian tidak menjadi unsur memaksa kepada hakim dalam menjatuhkan pertimbangan putusan," kata Ridwan di kantornya, Selasa, 16 September 2014. "Terlebih hakim memiliki kewenangan dan independensi dalam memutus sebuah perkara."
NOFIKA DIAN NUGROHO
Berita Terpopuler
Koin Logam 5.200 SM Ditemukan di Gunung Padang
Bimbim Slank Demen Bila Ahok Marah
Di Twitter, Wanita ISIS Ini Pegang Kepala Buntung
Artidjo: Luthfi Lakukan Korupsi Politik