TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua tersangka kasus perusakan gedung Sekolah Menengah Atas (SMA) 17, Yogyakarta, telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi setempat. Gedung sekolah di Jalan Tentara Pelajar itu adalah bangunan bersejarah saat para pelajar menjadi pejuang kemerdekaan. Adapun dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Muhammad Zakaria dan R. Yoga Trihandoko. (Baca: Kemendikbud: ISIS Hancurkan Cagar Budaya)
"Tersangka sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta Purwanta Sudarmadji, Selasa, 16 September 2014. Berkas kedua tersangka sudah dinyatakan lengkap.
Baca Juga:
Kedua tersangka melanggar Pasal 105 jo Pasal 113 ayat (3) UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Ancaman hukumannya minimal 1 tahun dan maksimal 15 tahun dan atau denda minimal Rp 500 juta dan maksimal Rp 5 miliar. "Akan segera dilimpahkan ke pengadilan negeri," katanya.
Perusakan gedung cagar budaya terjadi mulai 13 Mei 2013 lalu. Tersangka Zakaria adalah pembeli lahan dan bangunan itu, sementara Yoga merupakan eksekutor perusakan bangunan. Sedangkan tukang yang secara langsung membongkar bangunan tidak dikenai pasal apa pun. (Baca:Kantor Sarekat Islam Semarang Jadi Cagar Budaya)
Gedung sekolah itu merupakan milik Yayasan 17 yang sudah ditetapkan sebagai gedung cagar budaya dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 210/kep/2010 Nomor Urut 39. "Penyidik pegawai negeri sipil dibantu polisi menyidik kasus ini," kata Gusti Bendera Pangeran Haryono Yudoningrat, Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut penyidik pegawai negeri sipil, Eko Hadiyanto, dalam proses penyidikan sudah diperiksa sebanyak 12 saksi dan 3 ahli. Tersangka Zakaria merupakan seorang pengusaha asal Purwokerto.
Menurut penyidik, tersangka dengan unsur kesengajaan telah merusak bangunan cagar budaya itu. Yang dirusak antara lain bagian atap, terdiri dari kerpus, genteng, rangka, kuda-kuda, blandar, usuk serta reng. Lalu plafon, kusen jendela, kusen pintu, sebagian dinding dan daun jendela, serta pintu.
Yudoningrat menambahkan, memang ada jual-beli lahan dan bangunan itu. Namun secara perdata juga terjadi sengketa. Ia berharap bangunan itu menjadi milik yang berhak karena banyak yang mengklaim itu milik mereka. Gedung tersebut dijual sebesar Rp 24 miliar, tapi baru dibayar Rp 18 miliar. "Kami mengupayakan agar bangunan itu kembali ke yang berhak. Mungkin dengan dana keistimewaan," katanya.
Komisaris Tri Wiratmo, salah satu penyidik dari kepolisian, menyatakan kasus perusakan bangunan cagar budaya yang dibawa ke ranah hukum seperti ini baru pertama kali di Indonesia. "Ini pertama kali di Indonesia," katanya.
MUH SYAIFULLAH
Berita Terpopuler
Begini Arsitektur Kabinet Jokowi-JK
Pengamat: Kabinet Jokowi Lebih Reformis dari SBY
Waspada, 48 Anggota Parlemen Terduga Korupsi
Menteri, Jokowi Pilih 18 Profesional dan16 dari Partai