TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Program Imparsial Al A'raf mengatakan Rancangan Undang-Undang Kerahasiaan Negara bertentangan dengan undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Dia beralasan ini karena RUU itu memiliki definisi 'informasi rahasia' yang tidak jelas.
A'raf juga mengecam DPR yang hendak mengesahkan RUU ini. Menurut A'raf, situasi politik di DPR sangat tidak mendukung untuk mengatur aturan tentang kerahasiaan informasi.
"Situasi sekarang cenderung oligarkis. Jangan sampai UU Kerahasiaan Negara karena kejar tayang menjadi UU Negara Rahasia," kata Al A'raf dalam diskusi yang digelar Transparency International di Senayan, Jakarta Selatan, pada Kamis, 11 September 2014. (Baca: Kepala BIN: Siapa Pun Tak Boleh Bocorkan Rahasia Intelijen)
Pernyataan A'raf diamini anggota Dewan Pers Nezar Patria. Nezar bahkan menyarankan draf RUU Kerahasiaan Negara ditarik kembali dari program legislasi nasional DPR. "RUU Kerahasiaan Negara dapat mengarah pada otoritarianisme," kata Nezar dalam diskusi.
Dalam diskusi ini, Peneliti Senior Transparency International Inggris, Adam Foldes, mengatakan banyak negara mengabaikan Prinsip Global tentang Keamanan Nasional dan Hak atas Informasi dalam menerapkan aturan Kerahasiaan Negara.
Situasi ini, menurut Adam, mencederai hak asasi manusia dan menghambat praktek demokrasi. "Seharusnya kerahasiaan negara sejalan dengan keterbukaan informasi. Dua hal itu harus sinergi. Bukan sebaliknya," kata Adam.
Berdasarkan penelitiannya, aturan kerahasiaan ini diterapkan di 15 negara. Diantaranya adalah Austria, Australia, Republik Cechnya, Jerman, Estonia, Hungaria, Lithuania, Makedonia, Meksiko, Selandia Baru, Polandia, Afrika Selatan, Slovenia, Swedia, Inggris, dan Uni Eropa.
Adam mengatakan hanya Meksiko, Amerika Serikat, dan Selandia Baru yang mempunyai aturan yang sejalan dengan keterbukaan informasi publik.
ODELIA SINAGA
Berita Lain
Ahok Mundur dari Gerindra, Ini Kata Jokowi
Ahok: Saya Bukan Kader Gerindra yang Baik
Prabowo Legowo Ahok Keluar dari Gerindra