Saat belum ada kesepakatan di DPR, pemerintah mengubah usul mekanisme pemilihan. Revisi usul itu disampaikan dalam lobi tertutup dengan Panitia Kerja RUU Pilkada DPR pada 21 Maret 2013. Wakil pemerintah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, mengubah usul mekanisme pilkada.
Perubahan yang ditawarkan pemerintah adalah gubernur dipilih langsung, sedangkan bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD. Pemerintah beralasan, saat itu sedang ada pembahasan usul penambahan kewenangan gubernur dalam RUU Pemerintahan Daerah, sehingga legitimasi gubernur harus lebih kuat. (Baca: Prabowo Legowo Ahok Keluar dari Gerindra)
Empat bulan kemudian, setelah memasuki tujuh masa persidangan pembahasan, RUU Pilkada tidak kunjung disepakati DPR dan pemerintah. Materi mekanisme pilkada menjadi salah satu materi yang belum disepakati. Akhirnya, pada 8 Juli 2013, Panitia Kerja memutuskan perpanjangan pembahasan satu kali masa persidangan.
Dalam sidang 4 Februari 2014 yang membahas Pasal 2 RUU Pilkada, muncul perbedaan sikap di antara fraksi DPR. Fraksi Golkar setuju gubernur dipilih langsung, sedangkan bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa akhirnya mengusulkan gubernur dipilih langsung, sedangkan bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD.
Lobi kembali dilakukan antara pemerintah dan DPR pada awal September 2014 di Kopo, Puncak. Hasilnya, dalam rapat 9 September 2014, Fraksi Demokrat, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, dan PPP sepakat pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota melalui DPRD. Adapun Fraksi PDI Perjuangan, PKB, dan Hanura sepakat kepala daerah dipilih langsung.
EVAN KOESUMAH | PDAT | DIOLAH
Berita terpopuler lainnya:
Jokowi Tolak Mercy, Sudi: Mau Mobil Bekas?
Ini Keunggulan iPhone 6 Ketimbang iPhone Lama
Benda Ini Wajib Dibawa Jokowi-Iriana ke Istana
Hari Ini, Harga Elpiji Naik Rp 18 Ribu per Tabung