TEMPO.CO, Yogyakarta - Aliansi Buruh Yogyakarta mengecam keras Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang dinilai bakal menyengsarakan nasib kaum buruh pada masa depan.
"Jika RUU Pilkada ini terwujud, masa depan buruh semakin tidak pasti, dan kami sepakat menolak," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta Kirnadi kepada Tempo, Selasa, 9 September 2014.
Kirnadi menuturkan salah satu dampak pengembalian mekanisme pilkada ke DPRD adalah hilangnya kontrol kepada penguasa atau pemerintah dalam komitmennya menyejahterakan nasib buruh. "Bupati atau wali kota yang dipilih DPRD tidak akan bisa diikat kontrak politik lagi untuk memperjuangkan nasib buruh," ujar Kirnadi.
Dia memberi contoh, dalam pilkada langsung, calon kepala daerah bisa diikat kontrak politik. Jika berhasil terpilih, si calom punya kewajiban moral memperjuangkan nasib buruh agar lebih baik.
"Seperti revisi komponen kebutuhan hidup layak (KHL) untuk penentuan upah minimum ideal," katanya.
Selain itu, buruh juga mengecam RUU itu karena diprediksi hanya melanggengkan politik transaksional eksekutif dengan DPRD. "Selama ini, yang jadi kepala daerah kalau bukan orang partai kan kalangan pengusaha bermodal besar yang direkrut partai. Mereka ini biasanya tak proburuh, tapi sebaliknya."
Kirnadi menuturkan RUU Pilkada tak hanya sebuah kemunduran besar bagi demokrasi. Ini juga bentuk pemberangusan hak politik dari kaum marjinal yang butuh diperjuangkan nasibnya. "Buruh tak bisa lagi mengajukan calon yang dianggap layak dan memenuhi kriteria, karena semua diambil alih DPRD."
Sebagi respons penolakan RUU Pilkada, Kirnadi mengatakan akan berkoordinasi dengan serikat buruh di seluruh daerah agar satu suara menolak dan mendorong judicial review jika RUU itu disahkan. "Kami akan berada di garis depan menolak itu sampai gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Politik kotor seperti ini tak bisa dibiarkan," ujar Kirnadi
Ketua DPRD Kota Yogyakarta Sudjanarko menuturkan RUU Pilkada diyakini akan mendapat kecaman keras dari masyarakat luas. Seperti layaknya pertarungan pemilu presiden lalu, ia memperkirakan akan terjadi pengelompokan masyarakat secara besar-besaran.
"Bukan sekadar partai, tapi masyarakat akan ikut turun sendiri, karena ini proses kemunduran demokrasi luar biasa," kata Sudjanarko, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
PRIBADI WICAKSONO
Terpopuler:
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung
Ketemu Sudi Silalahi, Rini Minta Maaf
Demi Prabowo, PKS Setuju Pilkada Lewat DPRD
Jokowi: RUU Pilkada Potong Kedaulatan Rakyat