TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan dan isu pemilihan Wali Kota Surabaya 2015 mengingatkan kembali Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya saat ini, dengan peristiwa pada empat tahun lalu. Saat itu dia sangat berharap tidak terpilih menjadi wali kota. (Baca: Kecewa, PDIP Malas Sokong Risma Maju lagi)
"Dulu aku dungo (berdoa) supaya enggak jadi. Aku bilang ke ustad dan guru mengajiku supaya berdoa agar aku enggak jadi. Abot (berat) jadi wali kota itu," katanya ketika ditemui di ruang kerjanya di Balai Kota Surabaya, Senin, 8 September 2014.
Bagi Risma, menjadi seorang kepala daerah berarti memiliki tanggung jawab yang sangat berat. Bukan sekadar bicara soal ekonomi maju dan pembangunan jalan. Kepala daerah harus berpikir dan berhitung untuk membuat kebijakan yang bisa menguntungkan masyarakat.
Sebelum maju menjadi wali kota pada 2010 lalu, Risma juga tidak mengenal partai. Ia kemudian diberikan amanah oleh PDIP untuk menjadi wali kota. "Coba cek, (pada 2010) aku hari ini keluar dari Bappeko (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota), lusa daftar (jadi wali kota). Itu semua jalan Tuhan, enggak mau minta," katanya.
Risma dimintai tanggapannya tentang penolakan yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jawa Timur Bambang Dwi Hartono untuk mengusungnya kembali di Pemilihan Wali Kota 2015. Risma dituding banyak mencari popularitas dan menolak berkomunikasi dengan DPD PDIP.
Baca berita sebelumnya: Bu Mega Masih Sayang Saya.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Terpopuler
PDIP-Jokowi Tak Berkutik di Depan Koalisi Prabowo
Pengacara Jokowi Kritik Tim Transisi
Identitas Jack the Ripper Akhirnya Terungkap
Kalla: Wajar SBY Kritik Tim Transisi