TEMPO.CO, Yogyakarta - Hasil mediasi antara Florence Sihombing dan pelapornya dengan mediator Permaisuri Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu Hemas pada Kamis malam, 4 September, di Keraton Kilen tak membuat laporan kepada polisi terhadap Florence dicabut. Proses hukum tetap berjalan hingga proses peradilan. Lembaga Bantuan Hukum Pers Yogyakarta menyayangkan dan mempertanyakan korelasi pelapor dengan kasus Florence.
"Mengapa tak dicabut? Apakah nama baik pelapor memang tercemar atas perbuatan Florence atau hanya merasa tercemar?" kata Direktur LBH Pers Yogyakarta Hillarius Ngaji Nero saat dihubungi Tempo, Jumat, 5 September 2014. (Baca juga: Alasan UGM Kawal Kasus Florence)
Florence dilaporkan ke polisi karena mengunggah status yang dinilai menghina warga Yogyakarta melalui akun Path di media sosial. Akibatnya, Florence, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1), terutama Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2), UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana 6 tahun penjara.
"Kalau hanya merasa, itu tak ada dalam pidana. Harus ada hubungan sebab-akibat yang jelas," kata Hillarius. (Baca juga: Kraton Yogyakarta akan Mediasi Kasus Florence)
Dia pun meminta penyidik Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta selektif dalam menentukan sebuah kasus layak ditindaklanjuti secara hukum atau tidak, bukan memudahkan seseorang menjadi tersangka.
Dalam mediasi yang berlangsung sekitar satu jam pada Kamis malam lalu, kuasa hukum pelapor LSM Jala Sutra, Ery Supriyanto Dwi Saputro, menyatakan para pelapor telah menerima permintaan maaf Florence dengan tulus. Hanya saja, laporan tidak akan dicabut dengan alasan untuk menunjukkan, selain berbudaya, masyarakat Yogyakarta juga taat hukum. Mereka pun akan berusaha agar Florence tak dijatuhi hukuman berat.
"Kalau UU ITE jadi persoalan, biar peristiwa ini jadi pijakan. Masih relevan tidak diterapkan pada masyarakat modern," kata Ery.
Florence menyerahkan proses hukumnya melalui tim pengacara Pusat Konsultasi Bantuan Hukum (PKBH) FH UGM secara resmi per 4 September lalu.
"Saya tahu hukum dan akan menjalani prosesnya. Saya mohon didoakan agar kasus selesai," kata Florence, yang malam itu mengenakan gaun terusan batik warna hijau.
Dekan FH UGM Paripurna yang mendampingi proses mediasi menyatakan menghormati keputusan pelapor yang tak mencabut laporan lantaran melapor adalah hak.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita lain:
6 September, Badai Matahari Hantam Bumi
Dikritik Ronaldo, Presiden Real Madrid Berang
Al-Qaeda Buka Cabang di India