TEMPO.CO, Surabaya - Pejabat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Surabaya angkat bicara soal seorang siswanya yang tidak bisa membayar uang seragam. Wakil Kepala SMKN 2 Surabaya Shodiqun mengatakan tidak pernah mendapat permintaan keringanan dari siswa tersebut.
"Siswa tersebut tidak pernah datang ke kepala sekolah ataupun guru lain kalau meminta keringanan. Tahu-tahu, dia sudah melapor ke Dewan," kata Shodiqun pada Tempo, Kamis, 4 September 2014.
Baca Juga:
Kasus ini mencuat ketika Achmad Alfandi Santoso, siswa kelas X jurusan bangunan SMKN 2 Surabaya, mendatangi anggota Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya, Baktiono. Kepada Baktiono, Alfandi mengadu dirinya tidak bisa membayar uang seragam sebesar Rp 1.050.000. Ia pun baru bisa membayar Rp 30 ribu sehingga hanya diberi sabuk dan dasi. Menurut Alfandi, dirinya sudah memberikan surat keterangan tidak mampu kepada pihak sekolah, tapi tidak kunjung diberi keringanan.
Namun, hal itu dibantah Shodiqun. Dikatakannya, Alfandi tidak pernah meminta keringanan biaya keperluan sekolah. "Kalau dia sudah meminta, terus kami tolak, nggak apa-apa mengadu ke Dewan," ujarnya.
Shodiqun menjelaskan penerimaan peserta didik baru di SMKN 2 sama seperti sekolah lain di Surabaya. Ada 3 jalur penerimaan yaitu mitra warga untuk siswa tidak mampu hasil rekomendasi dinas pendidikan kota, jalur reguler, dan prestasi. Khusus mitra warga, masing-masing sekolah harus memenuhi kuota 5 persen siswa tidak mampu rekomendasi pemerintah kota. Di SMKN 2 menerima 53 siswa mitra warga.
Sedangkan jalur reguler juga tetap bisa menerima siswa tidak mampu melalui surat keterangan tidak mampu. Pihak sekolah akan mensurvei dan memutuskan apakah siswa tersebut bisa membayar dengan mengangsur, mendapat keringanan harga atau dibebaskan sepenuhnya. Ada sekitar 12 siswa yang mengajukan permintaan tidak mampu. "Alfandi tidak masuk dalam daftar siswa yang mengajukan itu. Guru BP juga tidak pernah menerima," ujarnya.
Berbeda dengan keperluan sekolah seperti buku yang sudah ditanggung dana Biaya Operasional Sekolah, biaya seragam memang dibebankan kepada siswa yang bersangkutan. Di SMKN 2 ada 6-7 jenis seragam, biayanya terbagi 2. Untuk jurusan yang membutuhkan praktek khusus, seperti bangunan, mesin, dan otomotif harus membayar Rp 1.050.000. Adapun jurusan yang tidak butuh praktek khusus seperti komputer mengeluarkan Rp 950 ribu untuk seragam. Bagi siswa jalur reguler tapi tidak mampu, biaya-biaya itu bisa ditanggung oleh guru atau sekolah dengan sistem patungan.
Pihak sekolah pun tidak curiga ketika Alfandi mengenakan seragam lamanya. Menurut Shodiqun, hal itu wajar, siswa baru memang diperbolehkan mengenakan seragam lama sembari menunggu seragam baru selesai dijahit. Baju seragam yang dibagikan memang ada dalam bentuk kain dan pakaian jadi. Terkait dengan kasus ini, Shodiqun berencana bertemu dengan orang tua Alfandi. Sementara Alfandi tetap bisa bersekolah seperti biasa.
Anggota DPRD Surabaya Baktiono mengatakan kasus seperti Alfandi memang banyak terjadi di Surabaya, baik negeri maupun swasta. Kuota 5 persen per sekolah untuk program mitra warga tidak mampu menanggung siswa tidak mampu yang jumlahnya masih banyak.
"Prinsipnya, tidak boleh siswa yang tidak sekolah. Kuota 5 persen itu masih kurang," kata Baktiono.
Ia menyadari, para siswa yang tidak mampu tidak bisa diserahkan kepada sekolah maupun guru. Karena itu, ia meminta wali kota untuk menggandeng perusahaan-perusahaan melalui program corporate social responsibility guna membiayai keperluan sekolah siswa tidak mampu.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita Lain
Jero Tersangka, Eks Dirut Pertamina Akan Diperiksa
Ahok: Tak Suka Sama Saya, Mau Duel? Ayo!
Pindahkan Makam Nabi, Saudi Disumpahi Bakal Hancur