TEMPO.CO, Malang - Sebilah samurai teronggok di sisi kiri ranjang, dekat kepala Rahmat Shigeru Ono alias Sakari Ono. Ono pulas dalam tidurnya. Sesekali terdengar dengkurnya yang keras.
"Papi sekarang tidur-tiduran saja, sudah hampir tidak bisa apa-apa lagi. Kata dokter, papi kena tifus dan ada pembengkakan pembuluh darah," kata Agoes Soetikno Ono, putra ketiga pasangan Rahmat Shigeru Ono dan Darkasih, Ahad malam, 17 Agustus 2014.
"Papi" merupakan sebutan karib dari anak, menantu, cucu, cicit, dan kerabat kepada Ono. Mantan serdadu Jepang yang turut membela Indonesia pada masa perang kemerdekaan 1945-1949 ini sudah sepekan tergolek di ranjang rumahnya di Jalan Cemara Kipas 74, RT 03 RW 01, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu. (Baca juga: Kenapa Jokowi Beri Perhatian Veteran di HUT RI?)
Sehari-hari, Ono lebih banyak diurus Askuk Sulikah dan Erly, dua putrinya, serta cucu-cucunya yang sudah besar dan seorang pembantu. Sulikah mengatakan, sehari menjelang Lebaran, Ono sempat hampir terjatuh karena tiba-tiba badannya melemah.
Namun, beberapa hari kemudian, kondisinya membaik sampai akhirnya diopname di Rumah Sakit dr Etty Asharto, Batu, pada Senin-Kamis, 11-14 Agustus 2014. "Kata dokter, sakitnya papi karena faktor usia dan kecapekan karena banyak menerima tamu," ujar Sulikah.
Lantaran sakit itulah, Ono tak bisa memenuhi undangan dari Istana Negara untuk mengikuti upacara detik-detik proklamasi Ahad kemarin bersama ratusan veteran. Kegiatan terakhir Ono adalah saat menghadiri peringatan hari lahir Legiun Veteran Republik Indonesia Ke-57 pada 2 Januari 2014. (Baca: Lagu SBY Dinyanyikan di Upacara Kemerdekaan)
Ono lahir di Furano, Hokkaido, pada 26 September 1919. Ono bergabung dengan tentara Indonesia sejak Desember 1945, hampir lima bulan setelah pasukan Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Pada masa perang, Ono menjadi anggota Pasukan Gerilja Istimewa (PGI), salah satu pasukan elite Indonesia yang dibentuk pada Juli 1948 dan bermarkas di Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. PGI dipimpin Tomogero Yoshizumi alias Bung Arif dan wakilnya, Tatsuo Ichiki alias Abdul Rachman.
PGI akhirnya hancur setelah lokasi markas diketahui musuh. Bahkan, pada 3 Januari 1949, Abdul Rachman gugur dalam sebuah pertempuran di Dusun Arjosari, Desa Sumberputih, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Pada tahun yang sama, PGI disusun ulang dan berganti nama menjadi Pasukan Untung Suropati 18 (PUS 18).
Ono mengaku membantu Indonesia berperang melawan Belanda karena terbebani janji Jepang untuk memerdekakan Indonesia. "Selain janji itu, saya tak tega lihat orang-orang Indonesia dipukuli dan ditembaki Belanda," tutur Ono pada akhir Oktober 2013. (Baca juga: Istana Kembali Undang Megawati untuk 17 Agustus)
Yayasan Warga Persahabatan di Jakarta mencatat ada 903 prajurit Jepang yang ikut bergerilya bersama pejuang-pejuang Indonesia. Sebanyak 531 orang (59 persen) tewas dan hilang, 324 orang (36 persen) menjadi warga negara Indonesia, dan sisanya, 45 orang (5 persen), pulang ke negaranya.
ABDI PURMONO
Terpopuler:
Tolak Baiat ISIS, 700 Warga Sheitat Dipenggal
Prabowo: Kecurangan Pilpres Catatan Buruk Sejarah
Jokowi: Subsidi RAPBN 2015 Terlalu Besar
Cara Kristiani Tangkal ISIS di Media Sosial