TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan seharusnya calon presiden dari poros Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, berhati-hati dalam mengeluarkan statemen. Elite partai yang ingin memersuasi masyarakat dan konstituennya harus menakar obyektivitas ucapannya. Menurut dia, elite yang bobot omongannya lebih tinggi ini tidak boleh serta-merta merasa paling benar.
"Dianggapnya nanti enggak bisa move on dari realitas," kata Djayadi Hanan saat memaparkan hasil sigi lembaganya di Hotel Sari Pan Pacific, Ahad, 10 Agustus 2014. (Baca: KPU Siapkan Tambahan Dokumen Alat Bukti
Musababnya, pemilih calon presiden nomor urut satu itu menilai pemilihan presiden berlangsung jujur. Hanya 4 persen pemilih Prabowo yang menyatakan pemilihan presiden tak jujur. "Ini membuktikan opini elite tak mesti sama dengan opini publik," kata Djayadi. "Prabowo teralienasi dari pemilihnya sendiri."
Dari pemilih Partai Gerindra yang disurvei SMRC, 48 persen menilai penyelenggaraan pemilu presiden sudah sangat bebas dan jujur. Sedangkan 42 persen menilai pemilu sudah bebas dan jujur, namun ada masalah. Hanya 5 persen yang menyatakan pemilu tak bebas dan tak jujur.
"Bahkan pemilih Gerindra menyatakan hajatan pilpres sudah jujur," katanya. Karena itu, dia melanjutkan, pendukung yang menolak hasil rekapitulasi atau bahkan mengancam akan menculik Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik bukanlah sikap umum massa pendukung. (Baca: Saksi Prabowo Bikin Hakim MK Geleng Kepala )
Sigi SMRC berlangsung pada 21-26 Juli 2014 di 33 provinsi. Ada 1.200 responden dalam riset ini yang dipilih secara acak dengan teknik multistage random sampling. Namun, saat wawamcara, hanya ada 1.041 responden yang bisa dianalisis. Margin of error riset ini sebesar 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Sebelumnya, di gedung Mahkamah Konstitusi, Senin lalu, Prabowo mengatakan pemilihan presiden kali ini banyak diwarnai penyimpangan, tak jujur, dan tak adil. Ia heran dengan adanya tempat pemungutan suara yang tak memberikan satu suara pun kepada dia, meski dia didukung koalisi gemuk.
Dia membandingkan pemilu di Indonesia dengan pemilu di Korea Utara. Kata dia, di Korea Utara pun tidak terjadi kemenangan 100 persen. "Ini luar biasa. Ini (kemenangan 100 persen) hanya bisa terjadi di negara totaliter, fasis, dan komunis," katanya. (Baca: Lawan Prabowo, Bukti Tim Jokowi Cukup 92 Halaman )
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Terpopuler:
Jokowi Angkat Hendropriyono sebagai Penasihat
UIN Jakarta Ungkap Kejahatan Seks ISIS
Bendera ISIS Berkibar di Samping Kantor Polisi
Imigrasi Pindah ke Terminal 2, Ini Kata Denny Indrayana
Jokowi Disalahkan Tak Ada Premium di SPBU Rest Area