TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, Sidney Jones, menjelaskan pendukung utama milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia adalah mereka yang membentuk kamp pelatihan militer di Aceh yang kemudian digerebek aparat pada tahun 2010.
Mereka, pendiri kamp pelatihan militer di Jantho, Aceh, merupakan aliansi dari sejumlah kelompok ekstremis dari beberapa kota seperti Aceh, Medan, Solo, Malang, dan beberapa daerah di Jawa Timur, Bima, dan Poso. Belakangan dukungan juga datang dari kelompok esktremis Darul Islam dan jaringan teroris Banten.
"Mereka sekarang yang menjadi inti pendukung ISIS di sini," kata Sidney yang ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2014. (Baca: Polisi Kantongi Identitas Aktor dalam Video ISIS)
Tokoh-tokoh kelompok ekstremis itu bahkan sudah membaiat diri mendukung pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi, di antaranya Abu Bakar Ba'asyir, Aman Abdurrahman (Jamaah Ansharut Tauhid-JAT), dan Santoso alias Abu Wardah (pemimpin kelompok teroris di Poso, Sulawesi Tengah).
Kelompok ekstremis Jamaah Islamiyah satu-satunya pendiri kamp pelatihan militer di Aceh yang tidak mendukung ISIS. Kelompok ini tetap mendukung jaringan ekstremis Al-Qaeda di Suriah, Al Nusra.
Awalnya, kata Sidney, para pendiri kamp pelatihan militer di Aceh adalah pendukung Ayman al-Zawahiri, tokoh jihad Al-Qaeda dan tewas ditembak pasukan Amerika Serikat di Irak tahun 2006. "Dialah orang yang namanya sudah banyak diketahui orang-orang di sini," ujar Sidney. (Baca: Pendukung Pemimpin Milisi ISIS Dibaiat di Malang)
Para pendiri kamp militer di Aceh mendukung Zawahiri, termasuk Noordin Top, pemimpin kelompok teroris warga Malaysia yang tewas ditembak pada September 2009 di satu rumah di Kota Solo, Jawa Tengah. Belakangan mereka mendukung mentor Zawahiri yang juga penulis banyak buku tentang jihad, Abu Bakar al-Baghdadi.
Menurut Sidney, para pendiri kamp militer di Aceh ini menilai strategi operasi Zawahiri hanya memukul musuh dan bersifat jangka pendek. Sementara Baghdadi sebagai pendiri resmi ISIS, punya tujuan jelas mendirikan negara Islam (kekhalifan). (Baca: Kenapa ISIS Berpotensi Membahayakan Indonesia)
Momen kemenangan besar ISIS di Irak dan Suriah telah membuat pemimpin kamp militer di Aceh berbalik mendukung pria kelahiran Samarra, kota di utara Bagdad, tahun 1971 itu. "Semua orang ingin bergabung dengan pemenang," kata Sidney menjelaskan alasannya.
MARIA RITA
Baca juga:
Penjualan Solar Dibatasi, Organda Ancam Mogok
Mudik Naik Motor, Pria Ini Nekat Bawa Kuda-kudaan
Tak Jual Solar, Laba Pengusaha SPBU Bakal Anjlok
Arus Balik, 100 Polisi Tambahan di Pemalang