TEMPO.CO, Jakarta - Dua hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berbeda pendapat saat memutuskan hukuman penjara seumur hidup terhadap Akil Mochtar. Dua orang hakim itu adalah Alexander Maroata dan Sofyaldi. Hakim Sofyaldi menilai dasar pertimbangan hakim terkait dengan peran penyertaan Chairunnisa dan Susi Tur Andayani dalam kasus suap Akil tak sesuai.
"Mereka sebagai pihak yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim. Hal ini sesuai putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap kasus Chairunnisa dan Susi Tur Andayani, yang memutus mereka terbukti sebagai pihak yang bersalah memberi suap kepada hakim," kata Hakim Sofyaldi saat membacakan dissenting opinion di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin, 30 Juni 2014.
Menurut dia, peran Chairunnisa dan Susi Tur Andayani seharusnya didefinisikan sebagai penyuap, bukan penyertaan. Akil, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, divonis dalam kasus suap pengurusan sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). (Baca: Akil Mochtar Dibui Seumur Hidup)
Adapun hakim Alexander Maroata berpendapat jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tak berwenang menuntut pasal tindak pidana pencucian uang. Karena, menurut dia, kewenangan itu tak disebut dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. "Terdakwa tidak bisa dijatuhi dakwaan kelima dan keenam terkait tindak pidana pencucian uang," ujar Hakim Alexander.
Perbedaan pendapat ini tak menganulir hukuman penjara seumur hidup kepada Akil Mochtar. Akil dinilai bersalah melakukan korupsi dan menerima suap karena jabatannya sebagai hakim yang diatur dalam Pasal 11 dan 12 huruf c Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 angka (1) KUHP, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal-pasal tersebut dijeratkan pada Akil Mochtar perihal perbuatannya menerima suap dalam pengurusan 14 sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi. Sementara satu perbuatan Akil menerima suap dalam pengurusan sengketa pemilukada Kabupaten Lampung Selatan dinilai hakim tidak terbukti.
Selain pasal suap dan korupsi, Akil juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang yakni Pasal 3 juncto Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tahun 2010. Pasal tersebut menjerat perbuatan Akil mencuci uang hasil kejahatannya di perusahaan milik istrinya, CV Ratu Samagat, dan pencucian uang saat Akil menjabat sebagai anggota DPR periode 1999-2009 dan hakim konstitusi tahun 2008-2010.
NURUL MAHMUDAH