Semula setoran ke Purwanto lancar karena Sumber Rejeki yang mempekerjakan sebagian pekerja seks Happy Home ramai didatangi pengunjung. Namun omzet Sumiasih menurun karena pengunjung wismanya sepi setelah aparat Kepolisian Resor Surabaya Selatan gencar merazia seluruh wisma. Sebab, saat itu beredar kabar bahwa ada gadis berusia 12 tahun dijual ke Dolly. Akibatnya, pengunjung menyusut karena ketakutan.
Setoran Sumiasih ke Purwanto pun ikut seret. Namun Purwanto tidak mau tahu. Purwanto tak segan menganiaya Sumiasih dan suaminya karena telat memberikan setoran. Sikap Purwanto agak melunak ketika ia bertemu Rose Mey Wati, anak Sumiasih yang diasuh neneknya di Jombang. Wati, yang kala itu masih SMP dan berusia 15 tahun, menarik hati Purwanto.
Dia tak keberatan Sumiasih telat membayar setoran asal Wati boleh "dipakai". Sumiasih marah, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk menghindari kejaran Purwanto, Wati dikenalkan dengan Serda Adi Saputro, polisi yang baru saja lulus pendidikan Sekolah Calon Bintara dan ditugaskan di Polsek Kesamben, Jombang. Keduanya pun menikah pada pengujung 1986.
Di sisi lain, teror Purwanto pada Sumiasih makin ganas. Ia pernah mengirim orang untuk mengobrak-abrik Wisma Happy Home dan memukuli pegawainya. Hasrat Purwanto untuk memiliki Wati pun belum kendur. Tak tahan dengan kelakuan Purwanto, Sumiasih akhirnya merencanakan pembunuhan itu. (Baca: Menjelang Eksekusi Sumiarsih, Peti Mati Ditambah)