TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengklaim tak mengetahui secara pasti batas harga rumah yang diberikan kepada mantan presiden dan wakil presiden dalam Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014. Hal ini terkait permintaan mantan wakil presiden Jusuf Kalla yang meminta rumah di kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan.
Sudi hanya memastikan Perpres tersebut tak lagi membatasi harga rumah maksimal Rp 20 miliar seperti dalam Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2007.
"Yang menghitung nanti Kementerian Keuangan," kata Sudi Silalahi di Universitas Pertahanan, Kamis, 12 Juni 2014. (Baca: Sekab: JK Minta Rumah di Brawijaya ke SBY)
Sudi memaparkan Menteri Keuangan Chatib Basri akan mengeluarkan Peraturan Menkeu tentang realisasi anggaran, luas tanah, dan lokasi rumah mantan presiden dan wakil presiden tersebut. Penyediaan ini, menurut dia, juga hanya diberikan kepada mantan presiden dan wakil presiden yang belum mendapat jatah rumah setelah menjabat.
"Setelah jelas semua baru akan dimasukkan ke dalam anggaran. Bisa bentuk areal tanah atau uang," kata Sudi.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyatakan dengan gamblang Perpres 52 disusun atas permintaan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang belum mendapat jatah rumah. Jusuf Kalla hanya ingin mendapat rumah yang berdekatan dengan kediamannya di Brawijaya, Jakarta Selatan. Akan tetapi, harga rumah di daerah tersebut sangat tinggi dan terus meningkat tiap tahun.
Menurut Dipo, keinginan Jusuf Kalla ini sangat tak mungkin jika mengacu pada Keppres 81 Tahun 2004 dan Perpres 88 Tahun 2007 yang mencantumkan batas maksimal harga Rp 20 miliar.
"Harga di daerah Brawijaya naik terus. Perpres sekarang dibuat lebih fleksibel, nanti tergantung keputusan Menteri Keuangan," kata Dipo.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita Lain
Smartphone Mozilla Rp 295 Ribu Hadir di Akhir 2014
Uji Coba ke-26, Pelatih: Timnas U-19 Makin Bagus
Petir Bubarkan Pidato Pengukuhan Guru Besar SBY