TEMPO.CO, Sleman - Majelis Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia Pangukan, Tridadi, Sleman, melaporkan perusakan bangunan yang digunakan sebagai tempat ibadah ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin 2 Juni 2014. Perusakan oleh massa berjubah dan berpeci terjadi pada Ahad, 1 Juni 2014.
"Kami melaporkan kasus perusakan tempat ibadah kami," kata salah satu pengurus gereja, Yosias Imar, di Markas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, 2 Juni 2014. (Baca: Warga Sleman Bubarkan Ibadah Umat Kristen)
Sedikitnya enam orang melaporkan kejadian itu. Termasuk pemilik bangunan dan pendeta, yaitu Nico Lomboan.
Meskipun izin mendirikan bangunan (IMB)-nya untuk rumah, tempat itu digunakan untuk ibadah sejak 1990. Dan, saat direnovasi menjadi bangunan mirip gereja pada 2010, masyarakat menolak kemudian masalah ini berlarut hingga ada penyegelan sejak 2012 lalu.
Untungnya, saat jemaat beribadah dan diminta bubar oleh warga, tidak ada yang bentrok secara fisik meskipun ada ketegangan pada pagi hari. Namun pada siang hari datang sekelompok orang yang justru merusak pagar seng dan memecahkan kaca dengan lemparan batu dan palu besar.
Padahal saat itu polisi dibantu tentara sudah berjaga. Namun massa nekat dan merusak bangunan.
Para jemaat mayoritas adalah warga Indonesia timur yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka tidak terima tempat yang mereka gunakan untuk ibadah dirusak massa.
Selama tiga tahun, kata Nico, saat rumah yang sudah diwakafkan ke gereja itu bermasalah, jemaat selalu berpindah tempat untuk ibadah. Selama tiga tahun itu pula jemaat yang berjumlah 120 orang tersebut berpindah tempat setiap minggu.
Penyerangan ini bermula ketika para jemaat membuka segel bangunan itu. Sebenarnya saat itu masih hangat kasus penyerangan umat Katolik saat berdoa Rosario di Perumahan STIE YKPN di Ngaglik, Sleman. Ketika kasus ini belum selesai, para jemaat Kristen tersebut justru membuka segel bangunan dan beribadah di tempat itu. Warga pun meminta mereka bubar. (Baca: Kronologi Penyerangan Rumah Ibadah Kristen Sleman)
Menurut Nico, pembukaan bangunan itu bukan merupakan rancangan atau pancingan untuk memperkeruh suasana. Para jemaat hanya ingin beribadah di lokasi itu meski harus membuka segel. "Tidak ada hubungannya dengan kasus itu. Kami hanya ingin beribadah," kata Nico.
Diduga massa yang merusak bangunan itu adalah massa dari Front Jihad Islam (FJI) Yogyakarta. Pada siang hari, massa datang dan melempari kaca dengan batu dan palu besar.
Dugaan keterlibatan massa dari FJI itu diakui oleh Komandan FJI Durahman. Ada sebagian anggotanya yang ikut dalam penyerangan bangunan itu. Sejak awal organisasinya memang mengawal kasus penggunaan rumah yang difungsikan sebagai gereja di Pangukan tersebut.
"Kalau mereka melapor ke polisi, kami siap bertanggung jawab. Kami juga akan melaporkan balik karena mereka jelas menyalahi aturan dan kesepakatan dua tahun lalu," kata Durahman.
MUH SYAIFULLAH
Berita Lain
Sultan Didesak Agar Tegas Selesaikan Intoleransi di DIY
3 Hal Tak Bisa Dilakukan Ahok sebagai Plt Gubernur
Kasus Haji, PPATK: Rekening Anggito Mencurigakan