TEMPO.CO, Yogyakarta - Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) mendesak Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X supaya tegas menyelesaikan maraknya kasus intoleransi.
Manajer Advokasi Serikat Jurnalis untuk Keberagaman Tantowi Anwari mengatakan maraknya kasus intoleransi di Yogyakarta menunjukkan pelaku kekerasan leluasa melakukan aksinya. DIY, kata dia, tidak aman bagi umat untuk menjalankan keyakinannya. “Sultan hanya progresif dalam ujaran dan membiarkan kekerasan berbasis agama berlanjut,” kata Tantowi, Ahad, 1 Juni 2014.
Catatan Sejuk menunjukkan sejumlah kasus intoleransi tidak selesai diproses secara hukum. Di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap diskusi aktivis dan feminis Kanada, Irshad Manji. Selain itu, ada puluhan orang yang menamakan laskar Front Jihad Islam membubarkan paksa pengajian rutin Minggu Pahing Majelis Ta'lim Raudhatul Jannah di Dusun Sumberan RT 09 Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, 18 Mei 2014.
Belakangan terjadi penyerangan sekelompok orang terhadap umat Katolik yang memanjatkan doa rosario di Kabupaten Sleman. Adapun di Kabupaten Gunungkidul terjadi penutupan sebuah gereja, penganiayaan terhadap aktivis lintas agama, serta polemik pelarangan dan ancaman kelompok agama tertentu terhadap rencana Paskah Adiyuswa Sinode Gereja Kristen Jawa yang sedianya diselenggarakan pada 31 Mei 2014. “Umat beragama tak bebas beribadah. Pemerintah tidak sediakan fasilitas,” kata dia.
Maraknya intoleransi di Yogyakarta bertentangan dengan Yogyakarta yang dikenal sebagai daerah yang menjunjung toleransi. Bahkan Sultan mendapat penghargaan sebagai kepala daerah yang mendorong kebebasan beragama. Penghargaan untuk Sultan HB X itu diberikan di Jayapura oleh Jaringan Antariman Indonesia pada Jumat, 23 Mei 2014.
Sejuk, yang beranggotakan jurnalis dan aktivis peduli isu keberagaman, meminta Sultan HB X mendesak aparat menangkap dan mengadili pelaku kekerasan berbasis agama. “Intoleransi brutal dan kriminal ini mengganggu kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah,” kata Direktur Sejuk Ahmad Junaidi.
Intoleransi, tutur dia, patut dikecam. Sebab, konstitusi bangsa ini menjamin hak-hak dan kebebasan segenap warga negara untuk beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Sejuk juga mendesak polisi supaya mengusut tuntas motif penyerangan dan menangkap aktor di balik penyerangan berbasis agama. “Kami juga mengajak masyarakat dan pekerja pers melawan sikap intoleran dan aksi-aksi kekerasan berbasis agama,” ujar Ahmad.
SHINTA MAHARANI