TEMPO.CO, Slawi - Sejumlah warga Desa Lebaksiu Lor, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, khawatir jika Sama’i, warga setempat, bakal kembali ke rumahnya setelah bebas dari penjara. “Kami inginnya dia pindah saja dari kampung sini,” kata Apriyani, 20 tahun, warga Lebaksiu Lor, Senin, 12 Mei 2014.
Sama’i, 46 tahun, adalah satu dari dua pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang ditangkap anggota Kepolisian Resor Tegal pada pekan lalu. Buruh serabutan itu dilaporkan sering melakukan onani dan oral seks terhadap siswa SMP. Sudah ada enam siswa yang melapor sebagai korbannya.
Selain Sama’i, polisi juga menangkap Sodikin, 55 tahun, guru SD Negeri Sidokaton III, Kecamatan Dukuhturi. Guru sekaligus wali kelas 1 itu dilaporkan sering menggerayangi alat kelamin siswa perempuannya. Hingga kini, baru ada tiga siswa yang melapor sebagai korbannya.
Apriyani mengatakan rumah Sama’i sering didatangi sejumlah siswa SMP. “Para siswa SMP itu dari luar Lebaksiu. Biasanya dari siang sampai sore,” ujar Apriyani. Apriyani dan sejumlah tetangganya mengaku tidak tahu apa yang dilakukan para siswa itu di rumah Sama’i.
Sebab, rumah yang berukuran sekitar 4 x 4 meter, berlantai tanah, dan berdinding anyaman bambu itu selalu ditutup tiap kali ada siswa SMP yang datang. Tidak ada jendela di rumah itu. Hanya ada satu pintu yang terbagi dua, bagian atasnya bisa dibuka sebagai pengganti jendela.
Di dalam rumah itu hanya ada satu tempat tidur, satu lemari baju, dan tali jemuran untuk menggantung beberapa helai pakaian. Tidak ada meja, kursi, ataupun perabotan lain di dalam rumah sangat sederhana yang ditinggali Sama’i dan kakaknya, Uripto.
Uripto dikabarkan mengalami gangguan jiwa. Sore itu Uripto sedang tidak ada di rumah. Namun, pintu rumahnya tidak dikunci. Menurut Apriyani, Sama’i dikenal pendiam. Untuk kebutuhan sehari-hari, Sama’i bekerja sebagai buruh serabutan. Sama’i juga sering membantu tetangganya memasak.
“Masakannya enak. Dia (Sama’i) kalau ngomong logatnya kayak bencong. Tapi kadang juga ngomong biasa,” ujar Apriyani. Saat gelar perkara di kantor Polres Tegal pada Ahad lalu, Sama’i mengaku melakukan perbuatan bejatnya di rumah.
Lelaki yang tidak menikah karena memiliki kelainan seksual itu mengaku sampai lupa berapa banyak siswa SMP yang telah menjadi korbannya. Ia menaksir jumlah korbannya mencapai ratusan anak. Sebab, ia melakukan perbuatan itu sejak remaja.
Untuk memikat para korbannya, Sama’i mengiming-imingi jimat yang dapat mengubah daun menjadi uang. Warga Lebaksiu Lor, Rani, 26 tahun, mengaku baru tahu kelainan seksual Sama’i dari berita di televisi. “Sebelumnya tidak tahu sama sekali,” kata Rani.
Rani hanya tahu rumah Sama’i sering didatangi para siswa SMP yang biasanya bergerombol, sejak dua sampai tiga tahun lalu. Setelah tahu ihwal kelainan seksual Sama’i, Rani khawatir Sama’i tidak akan sembuh dan masih akan melakukan perbuatan seks yang menyimpang selepas dari penjara.
“Kami tidak ingin anak-anak di kampung sini bakal menjadi korban berikutnya,” kata Rani. Kepala Kesatuan Reserse dan Kriminal Polres Tegal Ajun Komisaris Yusi Andi Sukmana mengatakan, Sama’i dan Sodikin akan dijerat Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Ancaman pidananya maksimal 15 tahun penjara,” kata Yusi.
DINDA LEO LISTY