TEMPO.CO, Malang - Puluhan jurnalis dan pers mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Malang Raya memperingati Hari Kemerdekaan Pers Dunia, Sabtu, 3 Mei 2014. Dalam aksinya, mereka mendesak polisi agar menuntaskan kasus terbunuhnya Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin, jurnalis Harian Bernas Yogyakarta, pada 16 Agustus 1996. "Polisi tak serius menyeret dan mengadili dalang pembunuhan Udin," kata koordinator aksi, Hari Istiawan.
Menurutnya, telah terjadi praktek impunitas atau pembiaran kasus tersebut. Apalagi penyidikan kasusnya menjelang masa kedaluwarsa, karena tinggal menyisakan waktu 3 bulan 12 hari. "Kasus Udin bakal menjadi preseden buruk atau preseden baik, tergantung penyidikan polisi," katanya.
Praktek impunitas juga dialami delapan jurnalis lainnya. Antara lain, Alfrets Mirulewan (Tabloid Pelangi), Maluku Barat Daya; Ridwan Salamun (Sun TV), Tual, Maluku Tenggara; Ardiansyah Matra'is (Merauke TV), Merauke, Papua; Muhammad Syaifullah (Kompas), Balikpapan; Anak Agung Prabangsa (Radar Bali), Bali; Herliyanto, Probolinggo; dan Ersa Siregar (RCTI), Aceh.
Untuk itu, mereka menuntut agar aparat penegak hukum serius menuntaskan pengusutan kasus kematian Udin, serta menghentikan praktek impunitas kasus kekerasan terhadap jurnalis. Mereka juga menuntut perusahaan pers memberikan jaminan keamanan dan keselamatan saat menjalankan kerja jurnalistiknya. "Juga mengajak jurnalis untuk memegang teguh kode etik jurnalistik dan mematuhi Undang-Undang Pers," katanya.
Aksi dimulai di depan Balai Kota Malang, mereka membentangkan poster bertuliskan "Lindungi, Jangan Dipukuli", "Pakai Otak Jangan Main Sikat", dan "Stop Impunitas". Mereka juga mengenakan topeng Udin sebagai simbol solidaritas untuk penuntasan kasus Udin.
Perwakilan massa aksi membacakan puisi untuk jurnalis dan membacakan syair Lagu Buat Penyaksi yang diciptakan Iwan Fals. Lagu tersebut berkisah tentang kematian Udin. Aksi diakhiri dengan doa bersama untuk mendoakan jurnalis yang terbunuh saat menjalankan tugas di lapangan, dan berharap kasus serupa tak terulang.
EKO WIDIANTO