TEMPO.CO, Jakarta - Kapal Nelayan Bakti yang mengangkut sekitar 90 peziarah pada prosesi Paskah di Larantuka, NTT terbalik di tengah laut pada Jumat, 18 April 2014. Tujuh warga tewas yang terdiri dari tiga anak-anak dan empat orang dewasa. (Baca:7 Tewas dalam Prosesi Samana Santa di Larantuka)
Saksi mata mengatakan ada beberapa anak yang selamat mengapung dan mendarat di Pantai Weri tanpa cedera. "Penduduk percaya ini pertolongan Renya Rosari," kata Maria Gorreti Tokan, politikus lokal. (Baca: Perahu Prosesi Tenggelam karena Kelebihan Muatan)
Tradisi setempat mempercayai korban anak-anak ini 'diantar ke daratan' oleh Renya Rosari Larantuka, sebutan untuk Maria yang sejak berabad-abad lalu diangkat sebagai Ratu Kota Larantuka.
Korban yang meninggal adalah Andreas G. Kleden, Marlin Wanggge, Antonius Duan, Maria Nogo Werang, Dede Badin, Lodovikus Tukan, dan Suster Epifany CIJ. “Sebagian korban masih belum ditemukan,” ujar Toni Kleden, keluarga pemilik kapal motor Nelayan Bakti 74 yang tenggelam.
Anton Hajon, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Flores Timur yang menyaksikan tenggelamnya kapal itu dari tepi pantai tak bisa menahan kesedihan. Dia ikut membantu menyelamatkan korban dan membawanya ke RSUD Larantuka. "Begitu banyak tangis dan jerit keluarga yang sanak-familinya meninggal maupun yang hilang," katanya. (Baca:Arus Gonzalu Hadang Kapal Prosesi Paskah Larantuka)
Baca Juga:
Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, adalah jantung perayaan Paskah Semana Santa yang kental dengan tradisi Portugis, yang pernah menjajah wilayah ini pada abad ke-16. Lamentasi atau ratapan duka cita yang menjadi bagian dari seremoni Jumat Agung, kini menjadi ratapan sesungguhnya warga Larantuka. (Baca:Prosesi Tikan Turo di Larantuka Dipadati Peziarah)
HERMIEN Y. KLEDEN