TEMPO.CO, Yogyakarta - Kerusakan bangunan cagar budaya yang dihuni bangsawan keluarga Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman diperbaiki dengan dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada anggaran keistimewaan 2014, perbaikan bangunan itu mulai dilakukan bertahap.
Tapi perbaikan bangunan itu tanggung jawab bersama antara pemilik dan pemerintah. “Rata-rata pemilik belum mampu. Juga belum ada aturan soal sharing biaya perbaikan antara kedua pihak,” kata Kepala Seksi Purbakala Bidang Sejarah Purbakala dan Museum Dinas Kebudayaan DIY Dian Laksmi Pratiwi, Jumat 4 April 2014.
Dian menjelaskan, pemugaran bangunan yang dihuni bangsawan masuk dalam kegiatan pelestarian warisan budaya dan cagar budaya dengan total anggaran Rp 78,511 miliar. Ada tiga kelompok bangunan cagar budaya yang dipugar, yaitu bangunan milik keraton, puro, dan milik masyarakat. Syaratnya, bangunan itu telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Bangunan hunian bangwasan yang dipugar tahun ini adalah Ndalem Kaneman, Mangkubumen, Notoyudan, Nototaruman, Yudaningratan, dan Brontokusuman. Menurut Dian, keterlibatan pemerintah memugar sebagai apresiasi atas tanggung jawab pelestararian bangunan cagar budaya. “Tapi juga kampanye pentingnya kesadaran melestarikan bangunan dari pemiliknya,” kata Dian.
Pemilihan bangunan yang mendapat prioritas untuk diperbaiki adalah berdasarkan nilai penting bangunan. Artinya, kerusakan yang dialami bangunan tersebut mengganggu nilai penting bangunan sebagai penanda cagar budaya.
Salah satu bangunan rumah bangsawan yang dipugar itu adalah rumah yang dihuni Gusti Bendara Pangeran Haryo Yudoningrat. Adik tiri Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X ini adalah Kepala Dinas Kebudayaan yang mengurus dana keinstimewaan untuk bidang kebudayaan. Tapi, katanya, rumah itu bukan milik pribadinya, melainkan milik Keraton peninggalan Sultan HB V. “Sejak HB V, bangunan sudah miring, keropos, perlu perbaikan. Akibat gempa 2006, tambah miring ke selatan,” kata Yudoningrat.
Yudoningrat mengaku sudah pernah memperbaiki bagian dalam dan luar bangunan. Proses perbaikan yang terus-menerus, menurut dia cukup menguras dompetnya. “Apalagi kalau soal penggantian kayu, berat (biayanya) dengan kemampuan pribadi,” kata Yudoningrat. Diperikirakan butuh biaya Rp 1 miliar untuk memperbaiki seluruh bangunan ini.
PITO AGUSTIN RUDIANA