TEMPO.CO, Semarang - Pakar hidrologi dari Universitas Katolik Sugijapranata Semarang Budi Santosa menilai pertambangan pasir besi yang rencananya akan dilakukan di kawasan pesisir pantai di Kecamatan Donorejo, Kabupaten Jepara, rawan terhadap abrasi. Pertambangan itu akan mempercepat proses pengikisan pantai yang terdorong gelombang laut. "Arus laut yang bersifat merusak dan dapat disebabkan oleh faktor manusia, yakni antropogenik," jelasnya, Kamis, 3 April 2014.
Ia menjelaskan faktor antropogenik merupakan proses geomorfologi akibat aktivitas manusia seperti pertambangan pasir besi yang hendak dilakukan oleh PT Alam Mineral Lestari. Kegiatan itu dinilai mengganggu stabilitas lingkungan pantai, khususnya gangguan terhadap lingkungan sekitar pantai. "Misalnya reklamasi, pembabatan hutan bakau untuk tambak termasuk pertambangan," kata Budi.
Penambangan pasir besi di sepanjang pantai Jepara tepatnya di Desa Bandungharjo, Banyumanis, dan Ujungwatu, Kecamatan Donorejo, merupakan kegiatan antropogenik yang menjadi faktor paling dominan dalam perubahan garis pantai. (Baca: Langganan Banjir, tapi Tolak Relokasi)
Menurut Budi, dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini akan menyempitkan pantai. "Bila tidak diatasi lama-kelamaan daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam," katanya.
Ia khawatir dampak yang terjadi pantai selama ini indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak. Termasuk permukiman warga serta tambak yang terancam tergerus hingga menjadi laut. Padahal kawasan pantai di Kecamatan Donorejo itu, selama ini menjadi kawasan yang banyak menyimpan potensi kekayaan alam dan perlu untuk dipertahankan.
Catatan penelitian yang dilakukan menunjukkan infrastruktur dan permukiman di kawasan pantai yang terancam bahaya abrasi terjadi di Pantai Bandungharjo, Banyumanis, dan Ujungwatu. Analisis yang ia sampaikan itu berdasarkan karakteristik gelombang di pantai utara Jawa yang sering menimbulkan akresi atau penumpukan pasir di daerah pantai, bila ada bangunan atau struktur yang menonjol di kawasan pantai.
Hasil kajian Budi Santoso itu membantah analisis mengenai dampak lingkungan yang dikeluarkan PT Alam Mineral Lestari. "Kajian Amdal menjelaskan dampak abrasi telah terbaca, namun saya tidak melihat treatment atau antisipasi yang akan dilakukan perusahaan itu," katanya.
Ketua Forum Nelayan Pantai Utara Jepara Nur Hadi, menyatakan dukungan terhadap analisis pakar itu. Ia yang sejak awal menolak penambangan pasir besi menyatakan agar analisa itu bisa mejadi pertimbangan pembatalan penambangan. "Analisa pakar itu menjadi pencerahan bagi pemerintah daerah dan pejabat yang memberikan izin pertambangan," katanya.
Menurut dia, izin usaha pertambangan pasir besi telah dikeluarkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Jepara sejak tahun 2013. Ia bersama nelayan tiga desa yang ketempatan sebagai daerah penambangan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Semarang. "Kami menyayangkan sikap pemerintah Jepara yang telah mengeluarkan izin penambangan pasir untuk PT Alam Mineral Lestari," katanya.
Penolakan itu bukan kali ini saja, pada tahun 2012 nelayan setempat juga menolak rencana penambangan pasir besi oleh PT Pasir Rantai Mas dan CV Guci Mas Nusantara. Dengan lahan ekplorasi di Kecamatan Kembang, Keling, dan Donorojo seluas 687 hektare. (Baca: Greenpeace Indonesia Susun Peta Pemulihan Laut)
EDI FAISOL
Terpopuler
FIFA Larang Barcelona Membeli Pemain
Saran Arifin Putra buat Fan The Raid di Malaysia
SBY Turun Tangan Selesaikan Bandara Ahmad Yani