TEMPO.CO, Semarang - Keluarga Satinah, tenaga kerja Indonesia yang terancam dihukum pancung di Arab Saudi, ternyata pernah ingin bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan anggota DPR di Jakarta. Namun niat itu gagal direalisasi.
Ceritanya bermula pada Senin, 24 Maret 2014, Nur Afriani, anak Satinah, dan Paeri, kakak Satinah, berangkat ke Jakarta atas undangan sebuah stasiun televisi swasta. Saat ke Jakarta, Nur dan Paeri ingin bertemu Presiden SBY dan DPR untuk meminta bantuan menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung. "Tapi kami enggak bisa bertemu Presiden SBY dan DPR. Mungkin karena belum ada kesempatan," kata Paeri kepada Tempo, Rabu, 26 Maret 2014.
Nur dan Paeri akhirnya pulang ke Ungaran. Di Jakarta, Nur dan Paeri juga tidak ditemui anggota DPR. "Yang menemui malah calon anggota legislatif," ujar Paeri. Paeri berharap pemerintah Indonesia berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan nyawa Satinah. (Baca: Isi Surat Satinah: Minta Doa).
Menurut Paeri, penyelamatan Satinah ada dua cara. Pertama, pemerintah segera membayar diyat, seperti yang diminta keluarga majikan. Kedua, presiden mau turun tangan secara langsung ikut menyelesaikan masalah Satinah. "Setahu saya yang mengurusi hanya utusan presiden. Harusnya beliau sendiri." (Baca: Cara SBY Selamatkan Satinah dari Hukuman Mati).
Satinah terancam hukuman pancung setelah divonis terbukti membunuh majikannya, Nura al-Garib, pada 2007. Satinah mengaku terpaksa membunuh lantaran tak terima dituduh mencuri uang sang majikan senilai 38 ribu riyal. (Baca: Jokowi Ikut Saweran untuk Satinah).
Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman pancung atau membayar 7 juta riyal, setara Rp 21 miliar, jika Satinah ingin dimaafkan. Hingga pekan lalu, pemerintah Indonesia baru bisa menyediakan 4 juta riyal atau Rp 12 miliar.
Batas akhir eksekusi hukumannya 3 April mendatang. Penggalangan dana publik untuk Satinah juga sudah dilakukan, seperti di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Semarang, dan beberapa daerah lain. (Baca: Satinah Mengaku Pasrah Jalani Hukuman Pancung).
MUHAMMAD ROFIUDDIN