TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan kembali melakukan upaya agar Satinah, tenaga kerja Indonesia asal Ungaran, Jawa Tengah, yang divonis hukuman mati karena membunuh majikannya, Nurah binti Muhammad Al Gharib, tidak dieksekusi pada awal April ini. "Jadi sekarang ini ada dua pendekatan," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Budie Utama Razak, di Jakarta, 24 Maret 2014.
Pertama, pemerintah akan melakukan pendekatan kepada keluarga Nurah mengenai besaran pembayaran uang darah (diyat). "Mudah-mudahan bisa menerima SAR 4 juta itu," kata Tatang.
Baca Juga:
Awalnya, Satinah divonis dengan hukuman mati mutlak (had ghillah). Kemudian akhirnya hukuman tersebut diturunkan menjadi hukuman mati qishas dengan pemaafan dari keluarga melalui pembayaran diyat sesuai yang diinginkan keluarga korban.
Keluarga korban pada mulanya menginginkan uang diyat sebesar SAR 15 juta atau setara Rp 45 miliar. Kemudian setelah ada dilakukan komunikasi, turun menjadi SAR 10 juta (Rp 30 miliar). Terakhir turun menjadi SAR 7 juta. (Baca: Dana Peduli Satinah Terkumpul Rp 103 Juta)
Hingga saat ini, pemerintah telah mengumpulkan diyat sebesar SAR 4 juta (Rp 12 miliar) dan telah dibayarkan ke Baitul Maal Pengadilan Umum. Dana tersebut berasal dari Anggaran Kementerian Luar Negeri sebesar SAR 3 juta, sumbangan dari APJATI sebesar SAR 500 ribu, dan sumbangan dari masyarakat Arab Saudi sebesar SAR 500 ribu. Pemerintah mempersilakan keluarga Nurah untuk mengambil diyat yang telah diserahkan ke Pengadilan Umum tersebut, jika keluarga Nurah menyetujui besaran pembayarannya. (Baca: Komnas Perempuan Desak SBY Selamatkan Satinah)
Baca Juga:
Namun, Tatang mengingatkan agar pengumpulan kekurangan dana di Indonesia jangan heboh karena akan menimbulkan kekhawatiran diyat yang diminta akan lebih banyak lagi.
Pendekatan kedua, kata Tatang, jika keluarga Nurah belum mau menerima diyat sebesar SAR 4 juta, maka pemerintah akan meminta perpanjangan tenggat waktu eksekusi vonis hukuman mati Satinah. "Kami upayakan agar ada tenggat waktu (eksekusi) mundur lagi ke enam kalinya," kata Tatang.
Sebelumnya, Satinah telah mendapatkan lima kali penundaan pelaksanaan eksekusi hukuman mati. Seharusnya vonis terhadap Satinah dieksekusi pada Agustus 2011. Kemudian diundur sebanyak lima kali, yaitu pada Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014 dan 5 April 2014.
Dalam sidang, Satinah mengakui membunuh majikannya, Nurah, dan mengambil uang majikannya sebesar SAR 37.970 (Rp 119 juta). Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Gatot Abdullah Mansur, Satinah menyatakan membunuh karena emosi setelah dimarahi majikannya.
Pemerintah telah memfasilitasi pertemuan Satinah dengan anak kandungnya, Nur Afriana, dan kakak kandungnya, Paeri Al-Feri. Mereka bertemu di penjara Buraidah sebanyak tiga kali. Selain bertemu dengan Satinah, keduanya juga melakukan upaya pembebasan Satinah, salah satunya dengan menuliskan surat pribadi dari Nur Afriana kepada ahli waris korban.
RIZKI PUSPITA SARITerpopuler:
Jokowi Masuk 50 Pemimpin Terhebat Versi Fortune
20 Penumpang MH370 Ternyata Teknisi Militer AS
Ruhut: Salah Pilih, Pengacara Jerumuskan Anas