TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah tentang Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) kembali diperingati di Gedung Granadi, Jln. Rasuna Said, Kuningan, Selasa, 11 Maret 2014. Menurut Wakil Ketua Yayasan Supersemar Nasaruddin Umar, kegiatan ini digelar sebagai momentum kelahiran yayasan yang dibentuk mantan Presiden Soeharto--yang berkuasa secara otoriter sejak 1968-1997.
"Tak ada kaitannya dengan politik dan pemilihan legislatif," kata Nasaruddin yang kini menjabat Wakil Menteri Agama saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa pagi. Menurut dia, yayasan selalu menyelenggarakan kegiatan ini setiap tahunnya. (Baca:Ical Berpasangan dengan Titiek Soeharto?)
Beberapa bulan belakangan, muncul gambar Soeharto setengah badan sambil tersenyum dan melambaikan tangan kanan seolah menyapa dan memberi salam. Foto itu disertai kalimat "Piye Kabare? Penak Jamanku to?" yang berarti "Bagaimana Kabarnya? Enak Zamanku kan?). Gambar itu biasa muncul di kaus, dalam bentuk poster, stiker, hingga bak truk. (Baca: 3 Desain Kaus Soeharto Versi Astana Giribangun)
Supersemar merupakan surat perintah yang diteken Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat ini menjadi polemik lantaran ditafsirkan sebagai penyerahan kekuasaan Soekarno ke Soeharto atau dari rezim Orde Lama ke Orde Baru. Peringatan Supersemar kali ini digelar di Gedung Granadi, yang menjadi markas sejumlah yayasan milik Soeharto dan jaringannya. Selain itu, diadakan pula diskusi politik yang menghadirkan Ketua Umum Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila Sulastomo, Dr Yudi Latif dan Slamet Soetrisno.
TRI SUHARMAN
Terpopuler:
Terungkap, 'Penumpang Gelap' Malaysia Airlines
Pesawat Adam Air Lebih Tragis Dibanding Malaysia Airlines
Alat Kejut 3.800 Kilovolt Tak Membunuh Ade Sara