TEMPO.CO, Surabaya - Terpidana kasus gratifikasi jasa pungut DPRD Surabaya, Soekamto Hadi, menolak mengomentari kasus sama yang menjerat bekas Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono. “Gak eroh, Mas, gak komentar, Mas,” kata Soekamto kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Surabaya, Rabu, 5 Maret 2014.
"Mugo-mugo sampeyan gak kenek masalah koyok aku. Wes, ya, assalamualaikum," kata Sukamto dalam bahasa Jawa sambil berlalu meninggalkan wartawan.
Hari ini Soekamto, mantan Sekretaris Kota Surabaya, bersama dengan mantan Asisten II Sekretaris Kota Muhlas Udin dan mantan Kepala Bagian Keuangan Kota Surabaya Purwito mendapat pembebasan bersyarat mereka. "Sebetulnya PB yang mereka terima sudah terhitung sejak kemarin (Selasa)," kata Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Surabaya Nurcahyo Jungkung Madyo.
Sukamto datang bersama dengan Purwito ke Kejari Surabaya untuk menyampaikan surat pembebasan bersyarat dari Kepala LP Surabaya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Surat tersebut dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan HAM RI.
Mereka juga datang ke Kejari Surabaya untuk menanyakan kapan waktu mereka harus melakukan wajib lapor. "Disepakati mereka wajib lapor sebulan sekali ke Kejari yang dimulai hari ini," kata Cahyo. Tidak ada masa percobaan dalam pembebebasan bersyarat. Namun dalam surat tersebut tercantum pembebasan bersyarat sampai Agustus 2015.
Selain melakukan wajib lapor, mereka diperbolehkan pergi ke luar kota atau ke luar negeri. Menurut Cahyo, kewajiban mereka hanya pada permasalahan wajib lapor. Cahyo juga menambahkan, selama ini mereka sangat korporatif, sehingga dirinya sangat yakin mereka tidak terlambat dalam melakukan wajib lapor.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur Dewa Putu Gede, ketika dihubungi melalui telepon, juga membenarkan mereka bertiga mendapat pembebasan bersyarat. "Benar, itu mulai kemarin PB mereka sudah berlaku," kata Dewa.
Soekamto dkk menjalani hukuman 1 tahun 6 bulan penjara setelah kasasi mereka ditolak Mahkamah Agung. Mereka terbukti memberikan gratifikasi jasa pungut Rp 720 juta kepada mantan Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf, selanjutnya dibagikan kepada anggota Dewan lainnya.
Pemberian tersebut menyalahi ketentuan karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004, anggota DPRD hanya diperbolehkan menerima uang representasi, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan panitia musyawarah, tunjangan panitia anggaran, tunjangan komisi, tunjangan badan kehormatan, dan tunjangan alat kelengkapan lainnya.
Musyafak telah lebih dulu divonis dan sekarang sudah dibebaskan. Selain mereka, mantan wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono berstatus sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
EDWIN FAJERIAL