TEMPO.CO, Pekalongan - Meski bibir dan ujung jarinya sudah membiru saat hendak dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Kamis malam, 27 Februari 2014, pakaian yang dikenakan Linawati, 36 tahun, dan anaknya Danny Ricardo, 11 tahun, bersih dari noda bekas muntahan. "Wajah keduanya juga bersih," kata Pamungkas Tunggul Nuswanto, 48 tahun, warga Perumahan Duta Bahagia nomor 8, RT 1 RW 5, Kelurahan Kraton Lor, Kota Pekalongan, di rumahnya, Sabtu malam, 1 Maret 2014.
Rumah Pamungkas tepat di depan rumah Linawati, satu dari empat anggota keluarga yang tewas karena diduga bunuh diri dengan menenggak larutan serbuk pembersih lantai. Pamungkas yang menolong Candra, suami Linawati, untuk membawa Linawati dan Danny ke RSUD Kraton.
Tidak adanya bekas muntahan itu sempat membuat Pamungkas curiga. Sebagai dokter umum di Puskesmas Pekalongan Selatan, ia paham ihwal kondisi korban keracunan. "Muntah itu reaksi wajar tubuh manusia untuk menolak masuknya zat berbahaya," katanya.
Ada dugaan baju keduanya sudah diganti oleh Candra sebelum dibawa ke RSUD Kraton. Selain itu, Pamungkas juga tidak mencium aroma menyengat dari ibu dan anak tersebut. Menurut Pamungkas, pada umumnya orang yang menenggak racun serangga masih bisa diselamatkan karena reaksinya cukup lama.
Malam itu, sekitar pukul 23.00, Candra menggedor rumah Pamungkas untuk minta tolong. "Pak Candra bilang anaknya minum racun," ujar Pamungkas. Saat itu, Danny sudah digotong keluar rumah oleh Candra. Siswa SD Pius Kota Pekalongan itu telungkup di lantai teras rumah. Pamungkas mengira Danny masih bisa diselamatkan. Sebab, Danny masih bisa mendongakkan kepala ketika Pamungkas menepuk punggung dan memanggil namanya.
Pamungkas sempat memberi pertolongan pertama dengan memasukkan jarinya ke mulut Danny. Tujuannya agar bocah itu bisa memuntahkan racun dari dalam tubuhnya. Tapi, sama sekali tak keluar muntahan dari mulut Danny.
Semula hanya Danny yang akan dibawa ke RSUD Kraton. Tapi, Pamungkas tiba-tiba mendengar suara Linawati merintih dari dalam rumah. Candra pun mengiyakan saat Pamungkas menanyakan apakah istri Candra juga menenggak racun. Walhasil, Pamungkas memutuskan agar Linawati juga dibawa ke RSUD Kraton. "Masih ada sedikit sisa busa di bibir Bu Linawati," ujar Pamungkas. Linawati dan Danny dinaikkan ke bak terbuka milik Candra.
Dalam perjalanan ke RSUD Kraton, Pamungkas di bak belakang. Ia menjaga tubuh ibu dan anak itu agar tetap dalam posisi miring. Tujuannya agar tak ada cairan yang masuk ke paru-paru kalau di tengah perjalanan mereka muntah.
Karena kondisi Linawati sudah sangat lemas, petugas medis di Instalasi Gawat Darurat RSUD Kraton mengutamakan penanganan pada Danny. Sedang Linawati sudah dinyatakan tewas setiba di IGD. Tapi reaksi racun jauh lebih cepat dari penanganan tim medis. Tak berselang lama, Danny pun menghembuskan napas terakhir.
Keluarga korban tak bersedia memberi keterangan kepada wartawan. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Pekalongan Kota, Ajun Komisaris Bambang Purnomo, mengatakan tewasnya Linawati dan Danny diduga karena bunuh diri. "Sulit untuk mengarah ke dugaan pembunuhan. Sama sekali tidak ada bekas penganiayaan di tubuh mereka," kata Bambang kepada Tempo di Rumah Duka Yayasan Gotong Royong, Sabtu malam.
Ihwal motif bunuh diri Linawati dan Danny, Bambang belum bisa menyimpulkan. "Masih kami dalami dalam penyelidikan," ujarnya. Pihaknya kini masih menunggu hasil penelitian dari sisa muntahan Linawati dan Danny oleh Pusat Laboratorium Forensik Semarang. "Biasanya butuh waktu sepekan."
Selain Linawati dan Danny, dua korban tewas lain adalah Anita Erfanti, 58 tahun, dan Roy Rudito, 30 tahun. Keduanya tewas di Hotel Langensari, Kota Cirebon, Jumat dini hari, 28 Februari. Adapun kekasih Roy, Sasha, 23 tahun, masih kritis.
Anita adalah ibu dari Linawati dan Roy. Diduga, empat anggota keluarga itu bunuh diri dengan menenggak larutan serbuk pembersih lantai. Kabar yang beredar di kalangan warga Tionghoa di Rumah Duka Yayasan Gotong Royong, satu keluarga itu bunuh diri karena masalah hutang.
DINDA LEO LISTY